Welcome to Felicia Rena's World. I hope you like this world. Thanx for visiting...

Harry Potter Epilog : For Epilogue Writting Contest HPFI

Epilog ini dibuat dalam rangka mengikuti lomba epilog di salah satu grup Harry Potter di facebook yang berulangtahun (Harry Potter Freaks Indonesia). Epilog ini hanya mempertahankan satu pair canon. Baca aja deh...:)
EPILOG DI HARRY POTTER and the DEATHLY HALLOWS versi Isabela Granger
22 Tahun Kemudian
Hogwarts Express baru saja tiba di Stasiun King’s Cross. Murid-murid berebut untuk segera turun dari kereta dan melompat ke dalam pelukan keluarga masing-masing. Kerumunan orang-orang dan teriakan-teriakan memenuhi peron ¾.

Di antara kerumunan itu, seorang pria berkacamata sedang merangkul istrinya yang berambut merah. Mereka tampak sedang menunggu kedatangan anak-anak mereka.

“Mum! Dad!” Seorang gadis berusia 13 tahun dan berambut merah berlari memeluk ayahnya.

“Lily, kau ini sudah 13 tahun. Jangan bersikap seperti anak kecil,” tegur ibunya.

“Tidak apa-apa, Gin. Lily pasti sudah kangen padaku,” kata ayahnya sambil mengacak rambut merah putrinya yang terkikik.

“Kau terlalu memanjakannya, Harry,” ujar Ginny sambil menghela napas.

“Itu mereka! Mum! Dad!”

Kali ini seorang anak laki-laki berusia 15 tahun yang sangat mirip Harry Potter saat seusianya berjalan menghampiri Harry dan Ginny. Di belakangnya, seorang pemuda berambut pirang mengikuti.

“Apa kabar, Al?” Ginny memeluk anak keduanya.

“Apa kabar, Alex?” Sapa Harry ramah pada pemuda berambut pirang yang datang bersama anak keduanya, Albus Severus Potter.

“Baik-baik saja, Uncle Harry,” jawab anak itu.

“Bagaimana OWL kalian kemarin?” Tanya Harry pada Al dan Alex.

“Kurasa aku mengerjakannya dengan cukup baik, Dad. Oh, terutama Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, kupikir itu jauh lebih mudah daripada Sejarah Sihir,” cerocos Albus.

“Hei, siapapun tahu kalau Pertahanan terhadap Ilmu Hitam pasti lebih mudah daripada Sejarah Sihir, Al!” Potong Alex.

Sebelum Albus bisa menjawab, dari balik kabut muncul dua sosok yang tampak sedang bertengkar dan membuat anak mereka memutar bola mata melihatnya.

“Aku kan sudah bilang, Draco. Kau tidak perlu memaksa naik mobil!” Seru seorang wanita berambut cokelat pada suaminya.

“Dan bukankah kau juga yang tidak mau di ajak ber-apparate, Mione?” Balas suaminya yang berambut pirang

“Lalu kenapa kita tidak menggunakan floo?”

“Kau tahu kan kalau menggunakan floo itu berbahaya untuk Felicia,”kata Draco keras, tapi tangannya membelai lembut bayi perempuan dalam gendongan Hermione.

“Jadi kau pikir dengan kau menyetir mobil sendiri itu tidak membayakan Felicia? Ugh, mengingat cara menyetirmu itu, aku benar-benar bersyukur aku masih bisa bernapas sampai sekarang,” gerutu Hermione.

“Dad! Mum! Kalian kemari untuk menjemputku kan? Kenapa kalian malah bertengkar?” Kata Alex menengahi kedua orangtuanya karena melihat ayahnya sudah akan membuka mulut untuk menjawab.

“Tentu saja, Alex. Maafkan kami,” kata Hermione sambil memeluk anaknya pelan.

“Halo Harry, Ginny!” Sapa Hermione pada Harry dan Ginny, yang dibalas oleh mereka berdua.

“Kalian benar-benar tidak berubah dari dulu. Aku masih ingat betapa herannya aku ketika pertama mengetahui bahwa kalian mulai berkencan saat kita kelas tujuh,” ujar Harry yang dijawab dengan cengiran oleh Draco Malfoy.

“Dimana kakak kalian?” Tanya Ginny pada Al dan Lily.

“Entahlah. Tadi kulihat dia masih bersama Fred,” jawab Al sambil mengangkat bahu. Ginny mengeluh mendengarnya. Karena dia tahu, kalau anak sulungnya dan keponakannya bersama, entah keonaran apa yang akan mereka lakukan dalam waktu dekat.

“Err—apa ada yang melihat Rose?” Ronald Weasley tiba-tiba bergabung dengan mereka. Sedetik kemudian, Luna Weasley muncul di balik bahu suaminya.

“Kami belum melihatnya, Ron,” jawab Ginny sambil menatap Luna yang walaupun sudah menjadi seorang ibu, tapi tetap tidak bisa menghilangkan kebiasaan melamunnya.

Ginny masih ingat kebingungannya ketika Ron mengatakan kalau dia menyukai Luna Lovegood, gadis yang dianggapnya aneh. Yah, cinta sendiri memang aneh. Bukti lainnya, Draco dan Hermione saja bisa bersatu.

Belum sempat Ron membuka mulutnya untuk menjawab, sudah terdengar teriakan nyaring seorang anak perempuan.

“Jangan lakukan itu padaku, James Potter! Kau juga Fred Weasley! Aku tidak peduli pada lelucon konyol kalian, tapi aku tidak mau kalian melakukannya padaku!” Raung seorang gadis berambut merah dan memakai anting-anting berbentuk—er—terong?

“Mum!” Teriak gadis itu sambil memeluk ibunya dan menangis disana.

“James! Apa yang kau lakukan?” Tatap Ginny murka sambil menatap anak sulungnya yang nyengir tanpa rasa bersalah.

“Well, aku dan Fred hanya ingin mencoba mengubah anting-anting kelinci Rose menjadi berbentuk lobak. Karena kami sering mendengar dari Uncle Ron kalau Autie Luna dulu menggunakan anting-anting berbentuk lobak (Ron nyengir panik menghadapi tatapan istri dan adik perempuannya), tapi ternyata mantra kami salah dan malah merubah kelinci itu menjadi berbentuk—pmfhh—terong,” jelas James sambil menahan tawanya. Fred Weasley malah nyengir senang.

“James Sirius Potter!”

“Sudahlah, Gin,” kata Harry yang tidak bisa menyembunyikan senyumannya.

“Apa, Harry? Dia harus dihukum!” Tunjuk Ginny pada James yang menatap ibunya dengan ngeri. Sementara itu Luna sudah mengembalikan bentuk anting-anting anaknya seperti semula.

“Lepaskan saja dia kali ini, Gin.,” kata Harry nyengir. “Dengarkan aku dulu, oke?” Lanjut Harry cepat-cepat karena istrinya sudah melotot padanya.

“Kalian tahu? Aku merasa iri pada anak-anak kita,” ujar Harry sambil memandang pada Ginny, Hermione, Draco, Ron dan Luna. Sementara itu anak-anak mereka mengerutkan dahi menatap Harry.

Harry mengangkat bahunya dan melanjutkan, “Selama aku bersekolah di Hogwarts, aku tidak pernah bisa keluar dari Hogwarts Express dengan tersenyum setiap akhir tahun ajaran. Setiap tahun, pasti ada beban yang membuatku tidak bisa tersenyum seperti mereka. Tahun-tahun kita dulu penuh tekanan, bukan?”

“Yeah, kurasa kau benar, mate,” kata Ron lambat-lambat.

Harry, Ron dan Draco merangkul istri mereka masing-masing sambil mengenang masa-masa saat mereka bersekolah . Sementara itu, Rose sudah kembali beradu mulut dengan James dan Fred. Lily sudah bercerita seru pada Albus dan Alex tentang semua yang di alaminya di sekolah.

“Lihat kan, Gin? Betapa damainya mereka sekarang. Kedamaian seperti sekarang ini harus dibayar mahal dengan nyawa-nyawa orang yang tidak bersalah,” ujar Harry getir sambil tersenyum mengenang orang-orang yang gugur dalam perang melawan Voldemort.

“Yeah, dan kedamaian ini juga tidak akan terjadi jika Dunia Sihir tidak memiliki kau sebagai pahlawan,” goda Ginny sambil mengecup pipi suaminya.

Fin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Visitors