Disclaimer : semuanya milik J.K. Rowling, saya cuma minjam.
Pairing : Draco Malfoy / Hermione Granger
Rated : T
A/N : Last chapter. Akhirnya kita sampai juga di penghujung. Terima kasih buat semua yang udah mendukung saya sampai saya berhasil menyelesaikan fic ini.
Last, Read and Review please.
You're not a Murderer
"Kau bahagia?"
7 tahun kemudian…
Hermione Granger berdiri mematut diri di cermin. Rambut cokelat lebatnya sudah ditata sedemikian rupa menjadi sebuah sanggul anggun dengan tiara yang sangat cantik. Gaun putihnya melebar dengan indah. Hari itu, dia tampak sangat cantik.
"Hermione?"
"Harry!" Seru Hermione ketika melihat sahabatnya muncul. Harry Potter berdiri di pintu sambil menggendong putra pertamanya, James Sirius Potter dengan Ginny Weasley Potter yang merangkul lengannya. "Ginny!"
"Halo, Hermione."
Ginny menghampiri Hermione dan mereka berdua saling berpelukan.
"Halo, James. Apa kabar?" Hermione membelai pipi James Potter junior dengan lembut. James yang baru berusia satu tahun itu tertawa pada Hermione.
"Kau baik-baik saja? Sudah siap untuk hari besarmu?" Tanya Ginny.
"Sangat siap, Gin. Aku bahkan sudah tidak sabar lagi," jawab Hermione nyengir.
"Wah, benarkah itu, Hermione?" goda Ginny. Hermione tertawa kecil.
"Kau sangat cantik, Hermione," puji Harry.
"Oh, jangan membuat istrimu cemburu, Harry. Tapi terima kasih pujiannya." Kata Hermione sambil tersenyum.
"Tentu saja aku tidak perlu cemburu padamu, Mione. Kalau aku mau cemburu padamu pasti sudah dari dulu. Beraninya kau mendekati Harry dari tahun pertama, bahkan sebelum aku bisa berbicara dengan benar di depannya," gurau Ginny. Hermione tertawa mendengarnya.
"Yeah. Dia memang sangat berani, Gin. Kau ingat, bahkan dia pernah memelukku di tahun kedua. Astaga, kau benar-benar pandai memanfaatkan kesempatan, Miss Granger," canda Harry. Hermione nyengir semakin lebar.
"Sudahlah kalian berdua, jangan menggodaku terus," ujar Hermione.
"Kau tahu, Hermione? Aku tidak pernah menyangka hari ini akan tiba," kata Harry kemudian.
Hermione tersenyum saat menjawab, "Aku juga tidak pernah menyangkanya, Harry. Aku bahkan tidak pernah berani memikirkan hari ini akan tiba."
"Kalau bertahun-tahun lalu kau memberitahu aku bahwa hari ini akan tiba, aku akan bilang bahwa kau sudah gila, Hermione. Aku akan berpikir kau mengalami gangguan jiwa dan perlu dikirim ke Rumah Sakit St. Mungo bagian kerusakan otak," kata Harry dengan serius. Hermione tersenyum mendengarnya. Dia sedang merasa bahagia. Sangat bahagia.
"Aku juga akan menyangka bahwa diriku sudah gila, Harry. Tapi untungnya semua itu sudah berlalu. Kau lihat sendiri kan semua perubahannya? Dan tentu saja aku harus berterima kasih padamu, Harry Potter—Pahlawan Dunia Sihir, Sang Terpilih, The boy who—"
"Oh, tidak lagi, Hermione. Berhentilah menyebutku dengan sebutan-sebutan itu," keluh Harry, "—oh, tidak, James. Jangan lakukan itu!" Harry menjauhkan dasinya dari jangkauan James yang sedang berusaha untuk menggapai ujung dasi Harry dan melilitkannya ke wajah Harry. Hermione tersenyum melihat tangan kecil James yang masih menggapai-gapai ujung dasi yang di terpaksa dilepas oleh Harry dan dijauhkan dari tangan James sebelum anaknya itu berhasil mencekiknya dengan sukses.
Ginny mengambil James dari gendongan Harry dan James kini beralih menarik kalung Ginny. " Oh, tidak, James!" Seru Ginny. Hermione kini tertawa melihat kesibukan Harry dan Ginny dalam mengurusi kenakalan James.
"Oh ya, Hermione." Ginny kembali mengarahkan pandangannya pada Hermione setelah memastikan James tidak akan berbuat jahil lagi. " Ron titip salam untukmu. Dia mengucapkan selamat atas pernikahanmu. Dia juga minta maaf karena tidak bisa hadir di hari bahagiamu ini."
Hermione menatap Ginny dalam-dalam dan menghela napas panjang. "Aku merasa bersalah padanya, Gin."
" Tidak apa-apa, Hermione. Aku yakin dia pasti bisa mengatasi ini semua." Ginny tersenyum. "Yah, walaupun aku juga sedikit kecewa karena kau tidak menjadi kakak iparku."
Hermione tersenyum kecil. " Jadi, apa yang dia lakukan sekarang?"
" Akhir-akhir ini dia banyak menyibukkan diri di kantor. Melibatkan diri dalam berbagai misi auror. Hari ini juga dia mengikuti misi di luar London. Harus kuakui, aku sedikit khawatir akan sikapnya belakangan ini," kata Harry. Keningnya sedikit berkerut ketika mengatakannya. Hermione semakin merasa bersalah mendengar kata-kata Harry.
Ginny menyadari ekspresi Hermione dan berkata, " Hermione, percayalah, nantinya juga dia akan kembali menjadi Ron yang dulu. Dia hanya butuh waktu untuk menerima kenyataan ini."
"Aku tahu, Gin. Aku hanya merasa bersalah karena sudah menyakitinya. Aku tahu dia pasti kecewa dengan pilihanku," ujar Hermione.
"Hmm—well—sebenarnya aku juga sangat terkejut ketika kau mengabarkan hal ini padaku, Mione. Aku sama sekali tidak menyangkanya. Kupikir juga kau pasti akan jadian dengan Ron setelah perang besar." Harry mengangkat bahunya.
" Hermione. Aku yakin kau pasti punya berbagai pertimbangan untuk memilih, dan aku tahu kau pasti memilih yang terbaik. Nantinya juga Ron pasti akan menemukan orang yang tepat untuknya," hibur Ginny.
" Yeah, thanks Gin," ujar Hermione.
Kemudian mereka mendengar suara pintu dibuka dan masuklah Mr dan Mrs. Granger ke dalam ruangan tempat mereka berada.
"Mr. Granger. Mrs. Granger," sapa Harry sambil tersenyum.
"Harry. Ginny," balas Mr. Granger sambil mengangguk. Mrs. Granger tersenyum pada Harry dan Ginny sebelum mengalihkan perhatiannya pada putri tunggalnya.
Merasa bahwa sekarang adalah momen untuk keluarga Granger, maka Harry memutuskan untuk keluar dari ruangan itu.
"Err—Hermione, kalau begitu aku dan Ginny keluar dulu ya. Sekali lagi, selamat untukmu dan semoga kau bahagia," ujar Harry.
"Terima kasih, Harry, Ginny," ujar Hermione sambil memeluk Ginny lagi. "Terima kasih juga, James." Hermione mencubit pipi James yang tertawa dan berusaha menggapai Hermione sebelum dibawa keluar oleh Ginny.
Hermione masih tersenyum menatap pintu ketika ibunya memeluknya dengan tiba-tiba.
"Ouch—mum—pelan-pelan." Hermione nyaris terjatuh karena menahan ibunya. Jean Granger terisak di bahu putrinya. William Granger juga tampak tidak bisa menahan haru ketika melihat Hermione dalam balutan gaun pengantin.
"Hermione—oh, putri kecilku. Mum tidak menyangka hari ini akan datang begitu cepat. Oh, Hermione," isak Jean Granger.
" Dia sudah bukan putri kecil kita lagi, Jean. Dia sudah menjadi wanita dewasa sekarang dan sebentar lagi dia akan menikah." Suara Mr. Granger terdengar sedikit bergetar dan Hermione tahu bahwa ayahnya sedang berusaha untuk tidak menunjukkan rasa harunya. Ayahnya memang selalu seperti itu, menunjukkan rasa haru adalah suatu kelemahan dan menurunkan wibawa menurut ayahnya. Tapi bagi Hermione, tidak seharusnya ayahnya memikirkan itu sekarang. Dihari bahagianya, yang juga merupakan perpisahan dengan kedua orangtuanya. Yah, walaupun bukan berpisah selamanya.
" Apa kau bahagia, Nak?" Tanya Mrs. Granger.
" Tentu saja aku bahagia, Mum." Hermione tersenyum menenangkan pada ibunya. Kemudian dia menoleh pada ayahnya dan melihat ayahnya bermata merah.
"Dad," panggilnya. Hermione melepaskan pelukan ibunya dan ganti memeluk ayahnya. Mr. Granger tampak agak terkejut, tapi dia balas memeluk Hermione. " Aku sayang padamu, Dad. Kau ayah terbaik yang bisa aku miliki. Terima Kasih," ujar Hermione pelan.
Suara isakan memberitahu Hermione bahwa pertahanan ayahnya sudah jebol. Selama ini, Hermione memang belum pernah mengungkapkan rasa sayangnya pada ayahnya dan menurutnya sekarang adalah momen yang tepat.
Mrs. Granger ikut memeluk Hermione lagi sehingga sekarang ketiga Granger itu saling berpelukan.
" Jangan menangis lagi, Hermione sayang. Nanti make-up mu bisa luntur," ujar Mrs. Granger beberapa saat kemudian.
Hermione menyeka matanya perlahan dan melepaskan diri dari pelukan ayahnya. " Yeah, mum. Kurasa aku akan memeperbaikinya sebentar sebelum upacara nanti."
"Upacaranya akan dimulai sebentar lagi, sayang. Lebih baik kau perbaiki sekarang, " ujar Mr. Granger.
Hermione tersenyum pada ayah dan ibunya sebelum berjalan menuju meja rias untuk memperbaiki riasannya yang sedikit luntur. Dia terus tersenyum, merasakan bahwa setidaknya untuk kali ini dia merasa dekat dengan ayahnya.
x.x.x.x
Hermione POV
Waktunya hampIr tiba. Sebentar lagi, upacara pernikahanku akan segera dimulai. Perasaanku campur aduk antara bahagia, tegang, bersemangat dan entah apalagi yang kurasakan.
Aku bisa merasakan bahwa ayahku juga mulai tegang. Berkali-kali dia berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Ibuku lebih tenang. Dia bahkan terus membelai bahuku untuk mengurangi keteganganku.
" Sudah waktunya, Hermione." Ayahku melihat pada jam tangannya kemudian menatap jam dinding di ruangan seolah mengecek apakah waktu sedang menipunya atau tidak.
Aku bangkit berdiri, disusul oleh ibuku dan kami bertiga keluar bersama.
Mendekati aula tempat pernikahanku, aku sudah bisa mendengar alunan musik mars pernikahan yang biasa. Tapi bagiku, alunan musik itu terdengar luar biasa.
Ibuku masuk terlebih dulu setelah memelukku. Ayahku berdeham untuk menghilangkan sedikit kegugupannya. Kemudian dia mengulurkan tangannya padaku. Aku menyambut tangannya dan kami siap berjalan di sepanjang lorong menuju tempat calon suamiku.
Aku mulai berjalan di sepanjang lorong dengan ayahku yang memegang tanganku. Aku menatap lurus ke depan. Di depan sana, calon suamiku sudah menungguku dengan senyum khasnya. Rambut pirangnya tampak rapi dan aku melihatnya memandang lurus ke arahku dengan mata abu-abunya.
Melihatnya berdiri di depan sana, tiba-tiba saja aku merasa lorong gereja ini terlalu panjang dan aku berjalan terlalu lambat. Aku ingin berlari dan menghambur ke dalam pelukan calon suamiku secepat mungkin. Aku ingin upacara ini cepat selesai dan kami resmi menjadi suami istri.
'Oh, Hermione Granger, tenangkan dirimu. Tenang. Ini bukan seperti dirimu saja,' batinku. Aku mengambil napas perlahan untuk mengatasi kegugupanku. Sepertinya ayahku menyadari kegugupanku dan dia menggenggam tanganku lebih kuat. Genggamannya cukup untuk menenangkanku.
Sedikit lagi.
Sepuluh langkah lagi.
Lima langkah lagi.
Draco Malfoy tersenyum semakin lebar ketika aku mencapai tempatnya. Dia mengulurkan tangannya dan ayahku meletakkan tanganku ke dalam tangannya. Aku menoleh dan tersenyum pada ayahku sebelum aku menatap wajah pria di hadapanku dengan senyum.
"Tuan dan Nyonya." Seorang penyihir dengan rambut yang sudah menipis memulai upacara pernikahanku—tidak—kami.
"Kita berkumpul pada hari ini untuk merayakan penyatuan dua jiwa…"
Draco meremas tanganku pelan dan entah mengapa, itu membuatku merasa sulit untuk bisa berkonsentrasi dengan apa yang dikatakan oleh penyihir itu.
"Apakah kau, Draco Malfoy, menerima Hermione Granger sebagai istrimu di saat senang maupun susah…"
Aku merasa mataku mulai memanas ketika mendengar Draco berkata, "Ya, saya bersedia."
"…dan aku nyatakan kalian sebagai suami istri."
Pria berambut tipi situ mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi dan menghujaniku dan Draco dengan bintang-bintang perak. Di luar aula, suara letusan memberitahuku bahwa George Weasley telah meluncurkan kembang api produk Sihir Sakti Weasley. Burung-burung gereja muncul dari dalam balon-balon emas yang meletus dan beterbangan ke berbagai arah. Para tamu berdiri dan bertepuk tangan dengan meriah.
Draco menatapku dengan senyum yang menyerupai cengiran masih terstempel di wajahnya. Jemarinya membelai pipiku dengan lembut dan tiba-tiba dia mendekatkan wajahnya ke wajahku dan mencium pelan bibirku.
Aku melupakan fakta bahwa semua tamu masih menatap pada kami, beberapa di antara mereka mulai bersiul-siul dan bersorak. Aku tidak tahu bahwa saat itu ibuku, Jean Granger dan ibu mertuaku, Narcissa Malfoy terisak ke dalam sapu tangan mereka masing-masing. Aku tidak melihat ayah kami yang memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan semburat merah—yang walau sedikit—muncul di wajah masing-masing. Aku tidak peduli lagi. Yang aku tahu—yang aku pedulikan adalah seseorang yang sedang menciumku dengan lembut saat ini. Orang yang paling aku cintai, suamiku, Draco Malfoy.
x.x.x.x
Normal POV
Upacara dilanjutkan dengan pesta di Malfoy Manor. Pesta di adakan di halaman Malfoy Manor yang memang sangat luas dan mampu menampung para tamu yang berjumlah sangat banyak.
Hermione dan Draco tidak hentinya menerima ucapan selamat dari para tamu, baik kerabat maupun teman-teman mereka.
Lantai dansa telah dibuka. Hermione turun ke lantai dansa bersama dengan Lucius Malfoy, sedangkan Draco dengan Jean Granger. Tidak lama kemudian, William Granger berdansa dengan Narcissa Malfoy.
Hermione tidak bisa tidak tersenyum lebar melihat pasangan-pasangan dansa ini. Sungguh aneh jika dulu dia memikirkan akan berdansa dengan Lucius Malfoy sementara ibunya berdansa dengan Draco Malfoy yang—katakanlah membenci muggle. Tapi lihatlah sekarang, betapa indahnya dunia yang baru ini bukan?
Hermione dan Draco sudah berdansa berdua cukup lama sebelum mereka memutuskan untuk beristirahat. Sambil bergandengan tangan, mereka menuju salah satu meja dan duduk bersama disitu.
Draco menatap mata Hermione. Senyumnya tidak pernah hilang sejak upacara tadi. Hermione balas menatapnya sambil tersenyum.
"Kau bahagia?" Tanya Draco.
"Tidak perlu kau tanyakan lagi, Draco. Aku sangat-sangat bahagia sekarang," jawab Hermione.
Draco menyentuhkan jarinya ke pipi Hermione dan membelainya. Mereka mengobrol selama beberapa saat sebelum Harry dan Ginny datang menghampiri mereka.
"Hermione, Draco, selamat atas pernikahan kalian," ujar Harry sambil menjabat tangan Draco.
"Terima kasih, Harry, Ginny."
"Dimana James kecil, Gin?" Tanya Hermione.
"Dia kami tinggal di The Burrow. Ada mum yang menjaganya disana. Kami hanya bisa berharap semoga The Burrow masih utuh dan belum berubah jadi lautan atau apalah. Baru umur satu tahun saja sudah seperti itu, aku tidak berani membayangkan seperti apa dia nanti jika sudah besar. Yah, tidak heran sih, mengingat ada George dan Fred kecil yang menemaninya bermain," kata Ginny sambil menghela napas. Hermione tertawa mendengarnya.
"Ngomong-ngomong, bagaimana perasaanmu sekarang, Mione?" Tanya Harry sambil mengedipkan sebelah matanya.
Hermione langsung memasang tampang serius dan berkata, "Well, sejujurnya aku merasa agak menyesal menikah hari ini, Harry."
Hermione bisa merasakan atmosfer yang sedikit berubah setelah dia mengatakan hal itu. Hermione tahu bahwa Draco sedang menegang di sebelahnya. Ginny tampak terkejut dan Harry memasang wajah yang cukup menakutkan.
"Kenapa, Hermione?"
"Apa yang ternyata sudah dia lakukan, Mione?" Tanya Harry pelan berbahaya sambil menunjuk ke arah Draco.
"Whoa—tenang dulu, Harry." Hermione berkata pelan sambil melirik Draco yang tampak semakin pucat. "Maksudku, aku menyesal menikah hari ini karena ternyata ini sangat menyenangkan dan membuatku bahagia! Tahu begini kan dari dulu saja aku menerima ajakan Draco untuk menikah, tidak perlu menunggu selama ini," ujar Hermione sambil nyengir dan meledak tertawa melihat ketiga orang di depannya melongo menatapnya.
"Oh, ayolah. Memangnya apa sih yang kalian pikirkan? Kalian pikir dia akan berani macam-macam terhadapku? Oh—lupakan saja Mister Malfoy, atau kau akan menerima akibatnya," ujar Hermione dengan suara manis berbahaya. Kemudian dia nyengir lagi.
Ginny mulai ikut tertawa, apalagi ketika Draco menghela napas lega. Harry mengeluarkan tangan kirinya yang sejak tadi berada di dalam kantong jubah pestanya dan mencengkram tongkat sihirnya untuk mengutuk Draco jika dia benar telah menyakiti Hermione.
"Mione, sebenarnya ada yang ingin bertemu denganmu," kata Harry.
"Oh ya? Siapa itu, Harry?" Tanya Hermione penasaran.
"Err—dia—"
"Itu aku, Hermione."
Sesosok pria berambut merah muncul di belakang Harry dan Ginny, menatap langsung pada Hermione tanpa mempedulikan Draco yang mulai menegang lagi.
"R—Ron?"
"Ya, aku. Apakah kau sudah lupa padaku?" Tanya Ron.
"Tentu tidak, Ron," ujar Hermione setelah dia bisa mengatasi rasa kagetnya. "Wow, ini kejutan. Tadi Ginny bilang kalau kau tidak bisa hadir."
"Ya, tapi aku memutuskan untuk datang. Setidaknya aku tetap ingin hadir di pernikahan sahabatku," ujar Ron. Kemudian untuk pertama kalinya dia menatap Draco.
"Selamat atas pernikahanmu, Malfoy," kata Ron pelan sambil mengulurkan tangannya. Draco menatapnya dengan tatapan menusuk, tapi Ron tetap berdiri di tempatnya. Perlahan Draco mulai melunak dan menjabat tangan Ron yang masih terulur. "Terima kasih, Weasley."
Hermione, Harry dan Ginny saling berpandangan dengan berbagai pikiran dalam kepala masing-masing. Tapi tidak ada yang lebih mengagetkan bagi mereka ketika mereka melihat Draco dan Ron saling berangkulan dan menepuk punggung satu sama lain. Wajah mereka sudah tampak seperti teman lama yang sudah lama tidak bertemu.
Harry tersenyum ketika menyadari bahwa Draco dan Ron bisa menjadi sahabat seperti dirinya dengan Ron atau dirinya dengan Draco. Ya, mereka bertiga bisa bersahabat.
Ginny tersenyum membayangkan jika kakaknya itu sudah berhasil mengatasi perasaannya pada Hermione dan mulai belajar untuk menerima kenyataan dan memberi kesempatan pada gadis lain untuk menjadi pendampingnya.
Hermione tersenyum dan merasa bebannya telah hilang. Dia tahu, mungkin dirinya dan Ron tidak akan bisa seperti dulu lagi, tidak bisa seperti dirinya dengan Harry. Tapi dia juga tahu, setidaknya dia dan Ron akan saling bicara tanpa ada permusuhan. Begitu juga yang akan terjadi antara Draco dan Ron.
Well—ini hari yang sempurna bagi Hermione. Hari yang sangat membahagiakan. Apakah ada lagi hari yang lebih membahagiakan dari hari ini? Itu adalah hari-hari ke depan, bersama Draco, Harry, Ginny, Ron dan orang-orang yang dia sayangi.
Fin
link on FFN : You're Not a Murderer - 9
05 November 2010,
Felicia Rena
Tidak ada komentar:
Posting Komentar