Disclaimer : All characters belongs to J.K
Rowling.
WARNING! Super OOC. Super Aneh. Typo (nggak dicek ulang) dan segala
ketidaksempurnaan lainnya.
.
Hate And Love
Kau tidak pernah menyangka, bahwa dari
sekian banyaknya gadis disekitarmu, justru pada gadis itulah kau tambatkan
hatimu. Sedetikpun tak pernah terlintas
dalam benakmu, jika hanya gadis itulah yang bisa mencairkan hatimu.
Meluluhlantakkan pendirianmu.
Kau tidak pernah mengira, bahkan setelah
bertahun-tahun yang kalian lewatkan, gadis itu masih tetap berdiri disampingmu.
Mendukungmu. Menguatkanmu. Tanpa sekalipun menyalahkanmu.
Kau tidak pernah membayangkan, bahwa gadis
itu akan begitu melekat di otakmu. Pikiranmu. Dan hatimu. Tidak pernah.
Karena kau tahu.
Kalian begitu berbeda.
.
.
Kau bahkan tidak pernah menyapanya. Kau
melewatinya tanpa menoleh di kereta saat tahun pertamamu. Tapi kau tau,
pandangannya tak lepas darimu saat itu.
“Siapa
dia?” Kau mendengarnya bertanya pada seorang anak
laki-laki berwajah bulat disebelahnya.
Kau tahu si anak laki-laki berwajah bulat
itu menoleh untuk melihat siapa yang dimaksud oleh gadis itu. “Draco. Draco Malfoy. Pewaris tunggal
keluarga Malfoy. Salah satu keluarga terkaya dan terpandang di Inggris Raya
ini,” Kau mendengar jawaban yang kau inginkan.
.
.
Kau hampir tidak pernah mengenalnya. Selain
bahwa dia adalah seorang Darah-lumpur, kau hanya tahu dia seorang Gryffindor
dengan otak lebih jenius dari seorang Ravenclaw. Dan kau juga tahu, bahwa dia
adalah sahabat dari Harry Potter—Anak yang bertahan hidup—tapi menjadi musuh
besarmu. Selain itu? Ya, kau tidak tahu apa-apa lagi. Kau tidak pernah
mengenalnya. Tidak sebaik Harry Potter mengenalnya.
Kau tak peduli. Kau membencinya. Benci
karena dia bersahabat dengan musuhmu. Benci karena dia adalah seorang Darah-lumpur.
Benci karena dia lebih pintar darimu. Benci karena guru-guru lebih
menganak-emaskan dia daripada dirimu—kecuali Severus Snape, tentu saja. Benci
karena dia masih peduli padamu ketika Buckbeak menyerangmu. Benci karena dia
pernah memukulmu. Mempermalukanmu. Benci karena menurutmu dia memang pantas
untuk dibenci.
Ya. Kau membencinya. Membenci gadis itu
dengan segenap jiwamu.
.
.
Tidak pernah kau lewatkan hari tanpa
mencelanya. Menghinanya. Menyudutkannya. Menjulurkan kakimu ketika dia lewat
didepanmu dengan setumpuk buku supaya dia terjatuh. Mentertawainya.
Kau suka melihat ekspresi gadis itu.
Menatapmu dengan tatapan benci dan murka. Tidak pernah terbesit setitik
penyesalan ketika kau melihat airmata mengalir dari mata gadis itu. Karenamu.
“Apa
salahku padamu, Malfoy?” Teriaknya padamu.
“Salahmu?
Itu karena kau berdarah-lumpur,” jawabku dengan tawa ringan.
Kau tidak pernah melupakan bagaimana dia
menatapmu dengan penuh kebencian saat itu.
Begitulah kau melewatkan hari-harimu. Terus
mengibarkan bendera perang dengannya.
.
.
Tapi hari itu. Membuat semuanya berubah.
Kau semakin membencinya. Membencinya dan
seluruh kroni-kroninya. Membenci mereka semua karena mereka membuat ayahmu
dipenjara. Kau bersumpah bahwa kau akan membalaskan dendam ayahmu. Kau membiarkan
kebencian itu semakin berakar dalam dirimu.
Kenyataannya, kau tak punya waktu lagi. Kau
tak punya waktu memikirkan dendam. Kau tak punya waktu memikirkan keonaran. Tak
punya waktu lagi untuk membencinya.
Walaupun—ya—benci itu masih tetap ada.
Kau punya tugas penting. Tugas mulia dari
sang Pangeran Kegelapan. Pangeran sejati yang akan menduduki tahta di dunia
sihir ini. Setelah kau menyingkirkan Dumbledore. Dengan tanganmu sendiri.
Kau berusaha keras. Berusaha melaksanakan
tugas itu dengan baik. Dibawah ancaman bahwa ibumu akan dibunuh jika kau gagal.
Kau berusaha. Walaupun itu membuat tawa hilang dari hidupmu.
Kau nyaris putus asa. Berbagai cara kau
lakukan tanpa menghasilkan sesuatu. Kau pergi menyendiri. Dan kau menangis.
Menumpahkan seluruh ketakutan, kecemasan, kekhawatiran dan semua tekanan.
Sampai gadis itu datang.
Kau tahu dia pasti terkejut melihatmu dalam
kondisi seperti itu. Kau membentaknya. Menyuruhnya pergi. Tapi dia bergeming.
Dia justru berjalan semakin dekat ke arahmu. Tanpa gentar. Tanpa peduli bahwa
kau musuh besarnya. Tanpa peduli bahwa dia sudah mencurigaimu sebagai dalang
dibalik semua kasus. Tanpa peduli bahwa mungkin saja dia berhadapan dengan
seorang calon pembunuh.
Kau terus membentaknya. Kau ingin
menyerangnya. Tapi kau tidak berhasil menemukan tenagamu. Tidak. Semua sudah
habis terkuras. Terkuras untuk pikiranmu. Yang terus kau paksa bekerja tanpa
henti.
Kau merasakan lututmu lemas. Kau terjatuh
dihadapannya. Berlutut tepat dihadapannya. Dengan sisa-sisa airmata masih terpeta
diwajahmu.
Ya. Kau membencinya. Dan kau semakin
membencinya. Kau membencinya karena hidupnya tidak sesulit hidupmu. Kau
membencinya karena dia lebih bahagia darimu, Kau membencinya karena dia
melihatmu dalam keadaan kacau. Kau membencinya karena dia tidak mentertawaimu
saat itu. Kau membencinya.
Karena dia peduli padamu.
Karena dia memaafkanmu.
Karena dia sudah membuka hatimu.
.
.
Semua bisa berubah. 180 derajat. Nothing is imposibble. Tidak ada yang
mustahil di dunia ini. Tidak—jika kau membuka hatimu.
“Buka
hatimu. Dan kau akan lihat apa yang mereka sebut dengan kebahagiaan,” katanya.
Kau berubah.
Bersamanya, kau belajar untuk berubah.
Bersamanya, kau bisa menjadi orang yang
lebih baik.
Kau berbalik kubu. Kau membawa kabur ibumu.
Dan mengajaknya bersembunyi dengan Orde. Kau melawan teman-teman ayahmu. Kau
melawan bibimu. Tapi kau tahu, kau ada di jalan yang benar. Dan kau juga tahu,
kemenangan pasti ada dipihak yang benar.
.
.
Kau melihat gadis itu tersenyum lebar.
Ketika kemenangan benar-benar berpihak pada kalian. Kau melihatnya berlari ke
arahmu. Dan kau melakukan sesuatu hal yang sebelumnya kau anggap tabu.
Kau merentangkan tangan.
Menyambutnya.
Dan memeluknya. Erat.
Perbedaan itu telah sirna. Seiring dengan
hancurnya kegelapan.
Kau tak peduli lagi apa kata orang lain.
Kau tak peduli bagaimana Ron Weasley menatapmu murka. Kau tak peduli bagaimana
Harry Potter tersenyum lebar. Kau tidak peduli bagaimana semua orang menatap
kalian dengan terkejut.
Kau menciumnya.
Kau mencium gadismu.
Mataharimu. Sumber kebahagiaanmu. Dan
alasanmu bertahan hingga saat ini.
.
.
Kau memang membencinya dengan segenap
jiwamu. Tapi nyatanya, kau juga mencintainya. Dengan seluruh hidupmu. Jiwamu.
Ragamu. Hatimu. Pikiranmu. Seumur hidupmu.
Kau mencintainya. Si Darah-lumpur.
Hermione Granger.
Ya. Inilah yang kau temukan pada akhirnya.
Kau, Draco Lucius Malfoy berjanji untuk
mencintainya, selalu berada disisinya dalam susah maupun senang, suka maupun
duka dan bahwa tidak akan ada yang lain, selain Hermione Jean Granger.
.
THE END
.
Link on FFN: Hate and Love
May 14, 2013
Felicia Rena
Tidak ada komentar:
Posting Komentar