Summary : Seandainya Sora tidak pernah meninggal, apa yang akan terjadi kemudian? Apakah Sora tidak akan pernah mengaku bahwa dia bukan pangeran puding? Bagaimana dengan Daichi dan Seiya Mizuno? Siapa yang akan menjadi pasangan Najika?
Another Destiny
"Nah, dengan demikian 'Pertandingan membuat Cake se-Jepang' babak final dimulai!" Pembawa acara dalam lomba babak final itu mulai menyerukan tanda dimulainya lomba.
"Kue yang menurutmu paling enak. Harap masing-masing peserta membuat kue yang luar biasa," lanjut pembawa acara itu.
Para peserta sudah mulai menyibukkan diri dengan peralatan dan bahan masing-masing. Semua peserta bertekad untuk menang dan berusaha untuk membuat kue paling enak.
Najika tidak mau ketinggalan. Dia juga sudah mulai sibuk dengan bahan-bahannya untuk membuat kue. Dia sudah menentukan kue seperti apa yang akan dia buat.
Menit demi menit berlalu. Najika masih menanti kak Sora dengan vanilla essens-nya. Sebentar lagi bahan pudingnya akan dingin dan vanilla essens harus dimasukkan saat itu. Najika mulai kebingungan jika kak Sora tidak juga datang, maka…
"Najika!"
"Maaf, orang luar tidak boleh masuk."
"Tapi saya harus bertemu dengan Najika. Saya harus mengantarkan bahan ini," ujar kak Sora, berusaha menerobos penjagaan.
"Maaf, tapi sudah kami katakan, Anda tidak boleh masuk." Dua orang penjaga itu tetap menghalangi Sora untuk masuk.
"Kak Sora?"
"Najika! Essens mu!" Panggil kak Sora.
Melihat itu, Najika bergegas menghampiri kak Sora dan meminta ijin pada para penjaga untuk mengambil essens-nya.
"Maaf aku terlambat. Ini," ujar Sora sambil menyerahkan sebuah kotak berisi vanilla essens.
"Tidak apa-apa. Terima kasih ya, kak," ujar Najika.
Sora tersenyum dan membelai rambut Najika dengan lembut. "Berusahalah, Najika. Aku tahu kamu pasti bisa."
Najika bisa merasakan wajahnya memerah. "Terima kasih, kak. Aku pasti akan membuat kue paling enak untuk kakak," ujar Najika sambil tersenyum. Kemudian dia berlari kembali pada pekerjaannya.
Sora menatap Najika yang sudah kembali sibuk dengan pekerjaannya. Dia tersenyum melihat gadis itu. Ada sesuatu dalam diri gadis itu yang membuatnya tertarik dan menjadikan gadis itu spesial baginya. Sambil tetap tersenyum, Sora berbalik dan menuju bangku penonton untuk duduk bersama Daichi dan Akane.
. . .
Malamnya, kantin Fujita tampak seperti sedang ada perayaan. Semua lampu dinyalakan. Di meja terhidang berbagai makanan yang tampak lezat.
"Wuah! Terima kasih sekali, Pak Fujita! Aku makan!" Seru Najika dengan girang. Semua makanan yang terhidang itu memang buatan Fujita sendiri. Suatu hal yang jarang terjadi.
Najika mengisi piringnya penuh-penuh dan mulai makan. Sora duduk di depannya sambil tersenyum lembut menatap Najika. Daichi yang memperhatikan Sora dan Najika entah kenapa merasa kesal. Sementara itu, Akane yang memeperhatikan Daichi menjadi sedikit sedih.
'Cinta yang rumit,' batin Fujita yang sedari tadi memperhatikan keempat remaja itu.
"Benar-benar masakan yang lezat! Pak Fujita memang hebat! Aku mau makan lagi!" Dengan penuh semangat Najika mengisi kembali piringnya yang sudah kosong.
"Hah? Kau mau tambah lagi? Masih lapar? Perutmu itu terbuat dari apa sih?" Ledek Daichi. Dia sendiri sudah merasa kenyang hanya dengan makan satu jenis masakan.
"Apa! Memangnya kenapa kalau aku makan lagi?" Najika mendelik kesal pada Daichi.
'Najika," panggil Sora dengan lembut. Sora setengah bangkit dari kursinya sambil mengulurkan sapu tangan ke arah Najika.
"Ada saus di bibirmu," Sora mengelap lembut sudut bibir Najika yang belepotan saus.
Wajah Najika langsung merah padam mendapat perlakuan seperti itu dari Sora. Sementara itu Daichi malah membuang mukanya.
"Ah—terima kasih, kak Sora," ujar Najika malu-malu.
"Sama-sama," jawab Sora lengkap dengan senyum menawannya yang membuat wajah Najika semakin merah.
"Eh, Najika. Kau kan sudah lulus seleksi tahap akhir. Lalu, apa kau sudah punya rencana untuk kontes membuat kue se-dunia itu?" Tanya Akane.
"Oh, soal itu? Entahlah, aku belum memikirkannya lagi. Hehehe," cengir Najika. "Soal itu pikirkan saja nanti," lanjut Najika sambil mulai makan lagi.
"Najika! Kau ini benar-benar santai sekali! Kontes seperti itu kan memerlukan persiapan yang matang kalau kau ingin menang. Jangan terlalu santai begitu dong," omel Akane.
"Kenapa kau malah senyum-senyum seperti itu?" Tanya Akane lagi karena melihat Najika yang hanya senyam-senyum mendengar kata-kata Akane.
"Hehehe…Tidak. Ternyata, kau perhatian sekali ya, Akane?" Ujar Najika sambil tersenyum manis. Wajah Akane langsung memerah.
"A—aku. Ah—tidak. Hanya saja kan akan memalukan nanti kalau kau sampai kalah," kata Akane sok jual mahal.
"Sudahlah, Akane. Katakan saja kalau kau memang peduli pada Najika," kata Sora. Akane semakin mirip dengan kepiting rebus.
"Aku—aku...Baiklah, aku memang peduli pada Najika," aku Akane dengan wajah merah. " Karena itu, kau harus menang di kontes itu! Jangan mengecewakanku yah—Najika?"
Najika tertegun sesaat mendengar Akane. Tiba-tiba saja airmata menggenangi pelupuk matanya.
"Huaaaa!" Tangis Najika sambil memeluk Akane yang kebingungan.
"Loh? A—ada apa? Kenapa Najika malah menangis?" Tanya Akane panik.
"Huhuhu…Aku senang sekali Akane mempedulikanku," jawab Najika sambil tetap memeluk Akane. Sora dan Daichi tersenyum lebar melihat wajah Akane yang sudah benar-benar merah.
"Tenang saja. Aku pasti menang dan aku tidak akan mengecewakan Akane," kata Najika sambil menyeka airmatanya. "Aku juga tidak akan mengecewakan Kak Sora, Pak Fujita, dan Daichi."
"Lihat saja, aku pasti menang nanti, Akane. Demi orangtuaku juga," ucap Najika sambil menatap langit melalui jendela kantin Fujita yang terbuka.
"Orangtuamu pasti akan sangat bangga padamu, Najika," kata Fujita sambil menepuk puncak kepala Najika. "Terutama bu Kaoru."
"Eh? Pak Fujita mengenal ibuku?" Tanya Najika.
Fujita tersenyum. "Ya, aku mengenalnya. Dulu bu Kaoru pernah mengajariku membuat kue. Kue buatan bu Kaoru rasanya sangat enak. Bu Kaoru juga lah yang menjadi motivasiku untuk menjadi seorang juru masak. Yah, walaupun sekarang aku hanya menjadi seperti ini," ujar Fujita sambil menggaruk kepalanya.
"Karena itu kau harus meneruskan usaha orangtuamu, Najika. Menjadi pattisier nomor satu di dunia, seperti impian kedua orangtuamu. Kau tidak boleh berhenti di tengah jalan. Ingat itu!" Pesan Fujita.
"Ingatlah, Najika. Kau tidak sendirian. Kami semua disini akan selalu membantumu," kata Sora.
"Kalau kau butuh sesuatu, jangan merasa tidak enak hati. Panggil saja kami," ujar Daichi.
"Iya, Najika. Aku akan senang sekali bisa membantumu," kata Akane.
Mendengar perkataan mereka semua, hati Najika terasa hangat. Najika seperti merasakan kehangatan keluarga yang selama ini hanya didapatnya dari Lavender House.
"Terima kasih semua," hanya itu yang bisa Najika katakan.
. . .
"Kak Sora, terima kasih untuk essens-nya tadi," kata Najika malu-malu.
Saat ini Akane dan Daichi sudah kembali ke asrama dan Fujita sudah tertidur karena mabuk. Sora baru saja akan pulang ketika Najika mengajaknya bicara.
"Sama-sama, Najika. Aku kan sudah berjanji untuk membantumu. Maafkan aku tadi aku terlambat," ujar Sora.
"Ah—iya. Tidak apa-apa," Najika menunduk malu. Dia kembali teringat akan kata-kata Sora yang berjanji akan memberitahukan perasaannya pada Najika jika Najika berhasil lolos seleksi tahap akhir.
Sora yang sepertinya tahu apa yang dipikirkan Najika langsung menarik Najika ke dalam pelukannya dan memeluknya erat.
"K—kak Sora?" Ucap Najika gugup. Najika bisa mendengar detak jantung Sora yang berdetak cepat.
'Hangat,' batin Najika yang perlahan menutup matanya, menikmati pelukan Sora.
"Sesuai janjiku, aku akan mengatakannya. Tapi tidak saat ini. Sekarang sudah larut malam, lebih baik kau pergi tidur," ucap Sora lembut.
Kemudian Sora mengecup pelan kening Najika dan dengan senyumnya, dia melangkah pergi meninggalkan Najika yang berdiri terpaku sambil memegang keningnya di tempat yang baru saja dikecup Sora.
'Wajahku panas,' pikir Najika.
To be continue…
link on FFN : Another Destiny - 2
21 Desember 2010,
Felicia Rena
Tidak ada komentar:
Posting Komentar