Pairing : Edward x Tanya
Summary : Kehidupan Edward sebelum bertemu dengan Bella. Sebelumnya, Edward selalu hidup dalam kesendirian. Apakah anggota keluarga Cullen yang lain membiarkan Edward begitu saja dalam kesendiriannya?
A/N : Sesuai janji, chapter ini mulai masuk saat keluarga Cullen akan pindah ke Forks. Maaf kalau alurnya terlalu cepat.
Warning: skip-chapter.
Soulmate
Sudah 30 tahun lebih aku tinggal bersama keluarga Denali. Aku semakin akrab dengan Eleazar, Carmen, Kate, dan terutama Tanya. Hanya Irina yang masih saja menutup dirinya padaku dan keluargaku. Entah ada apa dengannya. Tapi terkadang aku mendengar pikiran-pikirannya yang tidak terlalu suka pada keluargaku.
Tanya semakin terbuka padaku. Oh—bahkan dia juga membuka pikirannya lebar-lebar untuk kubaca. Dan kalau kau mau tahu, pikirannya selalu berisikan tentang diriku. Walau terkadang aku sebal juga, tapi aku juga tidak bisa berbohong kalau lambat laun aku mulai menikmati perhatiannya.
Aku dan Tanya sering pergi berburu bersama. Selama dalam perjalanan biasanya kami akan mengobrol dan bercanda. Bahkan terkadang kami akan saling bergandengan tangan sambil berlari. Dan saat seperti itu, biasanya ketika kami sampai dirumah, aku akan mendapat pandangan penuh arti dari keluargaku, terutama Esme dan Carlisle.
Saat-saat seperti ini kelihatannya adalah saat-saat bahagia bagiku. Tapi ternyata aku salah. Ini tidak semudah yang aku pikirkan, untuk menerima Tanya dalam hatiku. Terutama saat Carlisle mengajak keluargaku untuk berkumpul bersama, itu menjadi awal bagiku untuk semakin sulit menerima Tanya.
"Ada yang ingin kubicarakan," kata Carlisle penuh rahasia. Aku bahkan tidak bisa membaca pikirannya. Rupanya dia berusaha supaya aku tidak bisa menebak lebih dulu apa yang akan dikatakannya. Sial!
"Tadi aku baru saja selesai bertugas di rumah sakit," Carlisle memulai. Sudah dua tahun belakangan ini Carlisle memutuskan untuk bekerja dan mendedikasikan ilmunya untuk menjadi dokter di rumah sakit di kota.
"Kemudian tanpa sengaja aku mendengarkan pembicaraan kepala rumah sakit dengan beberapa dokter. Rupanya ada salah satu rumah sakit di satu kota kecil yang membutuhkan tambahan dokter," Carlisle melanjutkan. "Kepala rumah sakit berencana untuk mengirimkan salah satu dokternya untuk dipindah tugas ke kota itu."
"Tapi tidak ada dokter yang bersedia. Karena rata-rata dari mereka sudah berkeluarga dan tidak semudah itu untuk pindah karena anak-anak mereka masih kecil dan bersekolah. Mereka yang belum menikah juga tidak mau dipindah ke kota kecil karena menurut mereka itu akan menghambat perjalanan karir mereka."
"Karena tidak ada dokter yang mau, akhirnya aku memutuskan untuk aku saja yang dikirim ke kota itu. Walau awalnya kepala rumah sakit itu tampak ragu, tapi akhirnya dia setuju untuk mengirimku karena dukungan dari kawan-kawan dokterku," jelas Carlisle.
Kami semua terdiam, sama-sama berusaha mencerna apa yang kira-kira akan dikatakan Carlisle selanjutnya. Aku sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan Carlisle. Dan kini aku bertarung dengan pikiranku antara tinggal atau pergi.
"Kita akan pindah," lanjut Carlisle.
Carlisle menatapku saat mengatakan itu. Tatapannya seolah mengatakan bahwa dia mengijinkanku memilih untuk ikut dengannya atau tetap tinggal disini. Dia tahu bahwa selama beberapa puluh tahun terakhir ini, aku semakin dekat dengan Tanya. Mungkin dia bahkan mengira bahwa aku sudah menerima Tanya sebagai pasanganku.
"Aku ikut denganmu, Carlisle," jawabku atas tatapan Carlisle.
"Kau yakin, Edward? Aku tidak memaksa. Kau bisa tinggal disini kalau kau mau. Aku yakin Eleazar dan Carmen pasti tidak akan keberatan," kata Carlisle.
"Oh, tentu saja Edward akan ikut dengan kita. Dia tidak akan mau tinggal disini," tukas Rosalie.
"Rose!" Tegur Esme. Rosalie langsung memasang wajah memberengut yang langsung digoda oleh Emmett.
Carlisle kembali menoleh padaku setelah menatap Rose. "Kau bisa memikirkannya dulu, Edward. Aku baru akan pindah dua hari lagi. Pikirkanlah baik-baik."
'Bicarakan dengan Tanya, kalau perlu," tambah Carlisle dalam pikirannya. Aku menatapnya dan dia tersenyum padaku.
-o-O-o-
Aku termenung menatap langit senja di hadapanku. Teras belakang rumah keluarga Denali memang cocok untuk tempat merenung. Terutama untuk saat ini. Pikiranku benar-benar terbagi antara ikut pergi dengan Carlisle atau tetap tinggal disini. Aku tidak mungkin membiarkan Carlisle pergi begitu saja. Aku selalu bersamanya sepanjang eksistensiku. Carlisle dan Esme sudah kuanggap seperti orangtuaku sendiri, begitu juga dengan saudara-saudaraku.
Tapi, walaupun aku tidak pernah mengatakan bahwa aku menyukai Tanya, harus kuakui bahwa aku mulai sedikit memperhatikannya. Apalagi dengan kegigihan Tanya untuk terus emnarik perhatianku, apa yang akan dia katakan nanti jika aku memutuskan untuk pindah? Mungkin dia akan menganggapku hanya mempermainkannya selama 30 tahun ini. Walaupun aku benar-benar mencoba untuk menyukainya, tapi aku hanya bisa menganggapnya sebagai seorang saudara yang harus kusayangi seperti aku menyayangi Alice.
"Edward?"
Tanpa menoleh pun aku sudah tahu bahwa Tanya berdiri di belakangku. Tanya berjalan mendekatiku dan berdiri di sebelahku sambil ikut menatap hamparan langit luas yang mulai gelap.
"Kau sudah tahu." Itu pernyataan, bukan pertanyaan. Aku tahu bahwa Tanya sudah mengetahui tentang rencana kepindahan Carlisle. Pastilah Carlisle sudah mengatakannya pada Eleazar dan Carmen, kemudian diteruskan pada Tanya.
"Ya," Tanya membenarkan pernyataanku. "Kau akan pergi?" Tanyanya.
Aku tidak menjawab pertanyaan Tanya karena aku sendir belum mengetahui jawabannya. Tapi sepertinya Tanya sudah bisa menduga bahwa aku pasti akan memilih keluargaku pada akhirnya nanti.
"Aku ikut denganmu," ucap Tanya.
Aku menoleh ke arah Tanya dan melihat wajahnya yang penuh keyakinan dan tekad sedang menatapku balik.
"Tidak. Kau tidak bisa ikut," tolakku.
"Kenapa? Aku ingin ikut bersamamu, Edward. Aku akan pergi kemanapun kau pergi," tegas Tanya.
"Tetap tidak, Tanya! Kau punya keluarga disini. Kau tidak bisa meninggalkan saudara-saudaramu begitu saja," tukasku.
Wajah Tanya terlihat sedih. Cahaya matanya yang biasanya bersinar kini tampak redup. Keyakinan dan tekadnya seperti sudah terganti dengan kekecewaan atas penolakanku. Tapi dia tidak bisa ikut denganku begitu saja. Aku bahkan tidak bisa memberI kepastian apakah aku akan menjadikannya pasanganku atau tidak. Dia tidak boleh meninggalkan keluarganya disini hanya untuk sakit hati. Tidak boleh!
"Mengetilah, Tanya," ujarku dengan suara yang lebih lembut.
"Aku tidak mau mengerti, Edward," ujar Tanya dengan wajah yang masih murung. "Aku tidak mau mengerti kenapa aku tidak bisa ikut denganmu."
"Kau punya keluarga, Tanya."
"Mereka pasti akan mengerti. Eleazar, Carmen pasti akan bisa mengerti keputusanku untuk ikut denganmu," desak Tanya.
"Tanya! Tolong, dengarkan aku. Kau tidak bisa dan tidak boleh berpisah dari keluargamu. Kau harus tetap bersama mereka. Walaupun kau ikut dengan keluargaku, tapi akan tetap berbeda rasanya jika dibandingkan dengan keluargamu sendiri," aku berusaha menjelaskan pada Tanya.
"Aku bisa belajar," Tanya tetap ngotot.
"Tidak, Tanya. Maafkan aku, tapi—ini sudah keputusanku," aku terdiam sesaat untuk menguatkan hatiku atas keputusan yang aku buat. "Aku akan pergi bersama keluargaku dan kau akan tetap disini dengan keluargamu," putusku.
Tanya menatapku dengan ekspresi sedih, kecewa, kesal dan tidak percaya bercampur menjadi satu. Aku sedikit merasa bersalah melihatnya yang langsung tampak kacau seperti ini.
"Apa aku tidak bisa merubah keputusanmu, Edward?" Tanyanya pelan. Matanya menatap sendu ke dalam mataku. "Apa aku tidak bisa membuatmu tetap tinggal disini? Bersamaku?"
Aku ingin sekali menjawab Tanya bahwa Carlisle dan keluarga Cullen sangat berarti untukku, tapi melihat Tanya yang seperti sekarang ini, mulutku seperti terkunci dan aku tidak bisa berkata apa-apa. Sementara langit sudah berubah menjadi gelap, Tanya masih menatapku dengan wajah penuh harap.
Perlahan Tanya berjalan semakin mendekatiku. Dia menyentuh bahuku dengan kedua tangannya dan merengkuhku mendekatinya. Pelan-pelan, Tanya mendekatkan bibirnya dengan bibirku.
Secara refleks aku melepaskan pelukan jantungku masih berdetak, pastilah jantungku berdegup kencang saat ini. Tanya tampak sangat terkejut dengan penolakanku dan wajahnya menyiratkan sakit hati.
"Kau menolakku?" Aku bisa menangkap getar dalam suaranya. Kalau dia masih bisa menangis, aku yakin airmatanya pasti sudah turun sekarang.
"Maafkan aku, Tanya. Tapi aku tidak bisa. Harus kukatakan, bahwa kau belum berhasil membuatku jatuh hati padamu. Kau harus tahu, aku menyayangimu. Tapi hanya seperti sayangku pada Alice dan Rosalie," ucapku.
Tanya menatapku tidak percaya. "Apa itu berarti aku gagal, Edward? Apa waktuku sudah habis untuk mencoba?"
"Maafkan aku, Tanya."
Tanya menatapku dengan ekspresi yang tidak mau kuartikan. Karena aku tahu, Tanya pasti sedang merasa tersakiti sekarang ini dan aku merasa sangat bersalah. Tapi aku juga harus jujur pada diriku sendiri bahwa aku tidak bisa mencintai Tanya.
Tanya memang membawa sedikit perubahan dalam eksistensiku selama 30 tahun terakhir ini, tapi aku tidak bisa mencintainya. Tetap tidak bisa, sekuat apapun aku mencoba.
"Baiklah," ucap Tanya sebelum pergi meninggalkanku sendiri di teras yang sudah gelap.
-o-O-o-
"Ada apa, Edward?" Tanya Carlisle saat aku menemuinya—langsung setelah pembicaraanku dengan Tanya.
"Aku sudah membuat keputusan, Carlisle."
Carlisle menatapku dengan tatapan sayang seorang ayah. Tatapan yang selalu membuatku luluh dan semakin menghormatinya sebagai ayahku.
"Apa kau sudah yakin, Edward? Apapun keputusanmu itu?" Tanya Carlisle lagi.
"Ya. Aku sudah yakin Carlisle," tegasku. "Aku akan ikut denganmu ke kota kemana kita akan pindah. Aku akan selalu ikut denganmu kemanapun kau pergi."
"Bagaimana dengan Tanya?"—adalah pertanyaan yang pertama keluar dari mulut Carlisle setelah mendengar keputusanku.
"Aku sudah bicara dengannya. Kurasa sekarang dia bisa menerimanya," kataku. 'Setelah aku menyakitinya, tentu saja,' lanjutku dalam hati.
"Kau sungguh-sungguh yakin, Edward? Kau yakin tidak akan menyesal?" Aku curiga Carlisle berusaha mengubah pikiranku. Mengubah keputusanku supaya aku tetap tinggal disini bersama Tanya. Demi Tanya.
"Aku sudah sangat yakin, Carlisle."
Carlisle diam sesaat sambil menatapku. "Baiklah, kalau begitu. Aku menghargai keputusanmu, Edward."
"Terima kasih, Carlisle."
Carlisle menepuk bahuku dengan sayang seolah menguatkanku atas segala resiko yang sepertinya kuambil karena keputusanku ini. Oh—menyakiti Tanya dan membuatnya benci padaku adalah termasuk dari salah satu resiko yang harus kuterima.
"Ngomong-ngomong, kemana kita akan pindah?" Aku baru sadar bahwa Carlisle belum mengatakan kemana aku dan keluargaku akan pindah. Aku bahkan tidak menemukan nama kota apapun di pikiran Carlisle.
Carlisle tersenyum saat menjawab. "Forks."
To be continue…
-o-O-o-
A/N: Aku sedikit merubah cerita. Seharusnya Cullens berada di Alaska sebelum pindah ke Forks. Tapi ya sudahlah. Maafkan saja untuk itu. Hehehe…*author ditimpuk.
Kisah-kisah EdwardxTanya yang lainnnya akan muncul dalam bentuk flashback dalam chapter2 ke depan.
link on FFN : Soulmate - 5
21 Desember 2010,
Felicia Rena
Tidak ada komentar:
Posting Komentar