Disclaimer : semuanya milik Aoyama Gosho.
Rated : T
A/N : Berisi curahan hati seorang Ran Mouri.
.
Aku tidak bisa lagi menghitung hari…
Sudah berapa lama kau pergi, Shinichi?
Berapa lama kau meninggalkanku?
'Aku pasti kembali, Ran. Tunggulah aku.' Selalu seperti itu jawabanmu, jika aku bertanya kapan kau kembali.
Aku selalu menunggumu, Shinichi.
Selalu…
Tapi—sampai kapan?
Berapa lama lagi aku harus menunggumu?
Tidakkah kau tahu, bahwa aku—aku merindukanmu?
Tidakkah kau tahu aku membutuhkanmu?
Oh, kurasa kau memang tidak tahu, Shinichi.
Mungkin kau mengira aku gadis yang kuat.
Gadis yang tegar, semua orang mengenalku seperti itu.
'Ran tegar ya.' Suara Sonoko kembali terngiang di telingaku.
'Tidak, Sonoko. Aku tidak setegar yang kau pikirkan. Aku tidak sekuat itu.' batinku saat itu.
Mungkin kau melihatku sebagai gadis yang kuat, yang sanggup menghajar pria-pria hidung belang dengan karateku.
Tapi tidakkah kau bisa melihat bahwa di dalam diriku sebenarnya rapuh?
Tidakkah kau mengerti bahwa batinku tidak sekuat fisikku?
Katakan padaku, Shinichi! Tidakkah kau mengerti itu?
Airmataku kembali menetes. Lagi. Entah sudah berapa banyak airmata yang menetes karenamu, Shinichi. Kalau kau tidak juga kembali, aku tidak akan heran jika aku tidak akan bisa menangis untuk beberapa waktu karena airmata ku habis.
…
Kau kembali, saat Festival Kebudayaan.
Saat aku mengira, bahwa Conan adalah dirimu yang mengecil dengan alat buatan Proffesor Agasa.
Kau kembali…
Bisakah kau bayangkan betapa bahagianya aku saat itu?
Apakah kau tahu bahwa aku sudah ingin sekali memelukmu?
Aku bahagia, Shinichi.
Kau mengajakku makan malam di Hotel Beika.
Aku berusaha menampilkan diriku yang paling cantik saat itu.
Dan aku juga tidak pernah tahu, bahwa ternyata, malam itu kau kembali meninggalkanku.
Kau meninggalkanku lagi, Shinichi.
Kau menyuruh Conan membawakan credit card milik ayahmu untukku membayar semua makanan yang kita pesan.
'Dia ingin agar kak Ran menunggu.' Lagi-lagi kata itu yang kudengar. Kali ini kau menyuruh Conan untuk mengatakannya.
Jadi, aku harus menunggumu lagi?—Shinichi?
Tahukah kau bahwa sebenarnya aku sangat membutuhkanmu?
Akhirnya malam itu kuhabiskan bersama Conan. Aku memperhatikan bahwa sepertinya dia sudah kembali seperti Conan yang biasanya. Kau tahu, saat kau kembali, dia kelihatan seperti berbeda, seperti orang lain saja.
Malam itu juga menjadi pertanyaanku, Shinichi. Sebenarnya, apa yang mau kau katakana padaku sampai harus mengajakku makan di tempat mewah seperti itu?
Oh, aku berharap kau akan mengatakannya nanti jika kita bertemu lagi.
…
Kapan kau akan kembali?
Setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik, setiap waktu, aku selalu berharap kau segera kembali.
Aku merindukanmu, Shinichi.
Kau mengambil cokelat Valentine ku yang memang kubuat untukmu.
Kau mengambilnya di meja di rumahku, saat aku sedang tidur.
Kenapa kau tidak membangunkanku, Shinichi?
Padahal aku sangat ingin bertemu denganmu.
Tapi—tak apalah… Toh kau sudah memakan cokelat yang kubuat padamu.
Aku sangat senang, Shinichi.
…
Shinichi…
Tidak akan pernah ada habisnya aku memikirkanmu.
Setiap hari aku selalu menanyakan hal yang sama dan berharap hal yang sama.
Kapan kau akan kembali?
Aku menantikanmu, Shinichi.
Selalu.
…
Aku sakit, Shinichi.
Aku pingsan di sebuah restoran. Saat itu aku bersama ayahku dan Conan. Disana terjadi sebuah kasus. Ketika ayahku berhasil memecahkan kasus itu, aku kehilangan kesadaranku.
Kau tahu? Saat aku pingsan, aku bermimpi tentang perjalanan kita dulu ke Los Angeles. Ibumu mengajak kita untuk menonton teater Golden Apple.
Disana terjadi kasus lagi. Oh, tidak bisakah aku melewati hari tanpa melihat kasus pembunuhan terjadi di depan mataku? Tapi kurasa—itu lebih tepat dikatakan untukmu, Shinichi.
Kau memecahkannya. Kita pulang. Dan dalam perjalanan, kita bertemu dengan pembunuh itu. Pembunuh yang sedang dicari-cari. Kita berhasil selamat, dan apakah kau tahu? Saat itulah pertama aku menyadari bahwa aku sangat mengagumimu. Perasaan yang semakin berkembang setiap harinya, Shinichi.
…
Hari ini hujan turun…
Sepertinya bahkan langit pun mengetahui suasana hatiku hari ini.
Aku sedang merindukanmu, Shinichi. Untuk kesekian kali.
Airmata pun tidak lupa untuk menetes.
Aku sudah sangat rapuh, Shinichi.
Aku berusaha tetap tegar, tapi bagaimanapun, pada dasarnya aku adalah seorang wanita yang rapuh.
Setiap kali aku bersedih dan menangis, kau selalu memelukku. Apa kau ingat itu?
Sekarang aku membutuhkanmu disini, Shinichi. Di sisiku.
Aku sedang bersedih dan aku ingin memelukmu.
Kau tahu? Pelukanmu selalu bisa menenangkanku. Nyaman sekali rasanya.
Berada dalam pelukanmu adalah tempat favoritku, Shinichi.
Aku merasa dingin tanpamu.
Aku sangat merindukan kehangatanmu.
Kembalilah, Shinichi.
Aku akan selalu menunggumu, sampai kapanpun.
Karena aku mencintaimu-hingga akhir hidupku.
Aku mencintaimu, Shinichi...
"Kak Ran? Kak Ran menangis?" Suara Conan membuyarkan lamunanku tentangmu.
Aku menoleh dan mendapati Conan sedang menatapku dengan khawatir.
"Kak Ran kenapa?" Tanyanya lagi.
Aku segera menghapus airmataku dan berusaha tersenyum.
"Tidak, aku tidak apa-apa kok, Conan. Eh, kau sudah lapar? Aku akan memasak sekarang. Hari ini kita makan malam berdua, ayah sedang pergi berpesta dengan tetangga."
Aku segera bangkit dan berjalan menuju dapur tanpa menoleh ke belakang lagi. Dan aku tidak pernah tahu, bahwa saat aku berjalan menuju dapur, sepasang mata sedang menatapku dengan sedih di balik kacamatanya.
.
.
.
Fin
link on FFN : I Will Wait
9 September 2010,
Felicia Rena
Tidak ada komentar:
Posting Komentar