Welcome to Felicia Rena's World. I hope you like this world. Thanx for visiting...

You're Not a Murderer - 1


Disclaimer : kalo tante Rowling mau ngasi Draco buat saya juga pasti saya terima kok. =D

Pairing : Draco Malfoy / Hermione Granger

Rated : T

.
You're Not a Murderer
.
Hermione Granger melangkahkan kakinya secepat mungkin. Dalam hatinya dia berharap dapat menemukan orang yang sedang dicarinya. Dia sudah melihat dimana orang itu melalui Marauder's Map milik Harry dan dia hanya berharap orang itu masih berada disana.

Hermione menelusuri koridor di lantai dua dan masuk ke kamar mandi Mrytle Merana. Disitu dia menemukan orang yang dicarinya sedang berdiri tepat didepan wastafel yang menjadi jalan masuk ke Kamar Rahasia.  Kedua tangannya mencengkram pinggiran kanan-kiri wastafel. Rambut pirangnya tampak berantakan dan wajahnya tampak frustasi.

Perlahan Hermione mendekati orang itu. Draco Malfoy masih belum menyadari kehadiran Hermione di belakangnya. Posisi Draco membelakangi pintu masuk tempat Hermione berdiri tadi.

"Aku tahu apa yang kau lakukan, Malfoy!"

Draco Malfoy berbalik dengan terkejut mendengar suara Hermione. Ekspresinya segera berubah dingin melihat Hermione. Matanya abu-abu nya menatap tajam Hermione.

"Aku tahu apa yang telah dan sedang kau lakukan, Malfoy," kata Hermione lagi.

Draco mencibir, "Oh ya? Apa yang kau ketahui, Granger?"

"A-aku-aku tahu kau yang memberikan kalung itu kepada Katie Bell. Aku, Harry dan Ron melihatmu pergi ke Borgin and Burkes di Knockturn Alley. Aku tahu kau meminta kepada Borgin untuk menyimpan kalung tersebut untukmu dan pastilah kau yang memberikannya pada Katie, entah bagaimana caranya," ujar Hermione.

"Untuk apa aku melakukan itu, Granger? Untuk apa aku repot-repot mau mengirimkan kalung kepada Bell?" Cemooh Draco.

"Kalung itu terkutuk, Malfoy! Kau tidak memberikannya kepada Katie hanya untuk melihat kalung itu menjadi hiasan di lehernya! Kau pasti memiliki tujuan dan aku yakin itu adalah rencanamu!" Seru Hermione.

Untuk beberapa detik, Hermione yakin dia melihat wajah Draco yang sudah pucat semakin memutih. Tapi kemudian Draco kembali memasang wajah datarnya.

"Dan coba kau katakan padaku, untuk apa aku melakukan itu, Granger?" Suara Draco terdengar tajam dan berbahaya. Hermione bergidik sedikit mendengarnya.

"Unt-untuk m-membunuh Professor Dumbledore," bisik Hermione pelan.

"Kenapa aku mau membunuh professor Dumbledore?" Tanya Draco, masih dengan suaranya yang berbahaya.

Hermione menghela nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Awalnya aku juga tidak percaya, Malfoy. H-Harrylah yang pertama mengatakannya dan awalnya aku berpikir itu karena dia memang selalu berpikiran buruk tentangmu. Tapi, setelah kuselidiki lagi, mungkin—mungkin Harry benar bahwa k-kau adalah pelahap maut menggantikan ayahmu."

Draco tertawa melengking, "Jadi kau dan Potty beranggapan bahwa aku adalah pelahap maut? Apa bukti atas tuduhanmu dan si Potty, Granger?"

"A-aku melihatmu di Borgin and Burkes dan k-kau menunjukkan sesuatu pada Borgin yang membuat Borgin ketakutan. Harry berpendapat bahwa kau menunjukkan tanda kegelapan di tanganmu padanya. Kemudian, pada saat Slughorn mengadakan pesta Natal, Harry mendengar semua pembicaraanmu dengan Sn-"

"Jadi si Potty itu pasti menguping,kan?" Seru Draco.

"Ya,itu benar. Dan bisakah kau mengakui semuanya Malfoy?" Balas Hermione, "Kau berniat membunuh Dumbledore dan kau sudah mencelakakan orang lain karena rencanamu itu, Malfoy! Pertama Katie, kemudian Ron!"

"Oh, jadi kau mengejarku kemari untuk si Weasel itu, Granger? Kau begitu bertekad untuk mencari tahu siapa yang sudah membuatnya celaka? Sungguh romantis, " ujar Draco dengan gaya sarkastiknya.

"Cukup, Malfoy! Akui saja semuanya bahwa itu semua adalah perbuatanmu! Akui saja bahwa kau—bahwa k-kau adalah p-pelahap maut," ujar Hermione, "Aku sudah mengetahui semuanya, Malfoy."

"Oh ya? Apa yang kau ketahui tentang aku, Granger? Kau sama sekali tidak tahu apa-apa tentang aku! Jangan berani-berani berdiri di depanku dan berkata dengan sok bahwa kau mengetahui segalanya tentang aku! Dasar kau Darah-Lumpur-Sok-Tahu!" Bentak Draco.

"Apa lagi yang kau ketahui tentangku, Granger? Apa kau tahu bahwa Pangeran Kegelapan mengancam akan membunuhku dan keluargaku jika aku tidak berhasil melaksanakan tugasku? Membunuh Dumbledore! Apa kau juga tahu bagaimana dia menyiksaku dengan Crucio? Apa kau juga tahu bahwa dia menyiksa ibuku di depan mataku ketika aku menolak melaksanakan tugasku? Dan, ya, kalau kau memang mau tahu, kalau ini bisa membuatmu puas," Draco mendekati Hermione dang menyingkapkan lengan jubah tangan kirinya,"lihat!"
Hermione bisa melihat Tanda Kegelapan terukir disana, di lengan kiri Draco Malfoy. Tanda Kegelapan hitam itu terlihat sangat jelas di kulit pucat Malfoy.

'Harry benar, Malfoy adalah pelahap maut,' batin Hermione. Dia merasakan suatu kesedihan dan kekecewaan yang tidak dapat diartikannya ketika melihat Tanda Kegelapan tersebut.

"Lihat? Kau puas sekarang, Granger? Sekarang kau bisa pergi dan ceritakan pada Potty dan Weasel. Oh, mereka pasti akan sangat bahagia mendengarnya bukan?" Seru Draco. Dia berjalan menjauhi Hermione dan kembali menuju wastafel tempat dia berdiri tadi. Disitu dia menjerit frustasi.

Hermione bergidik mendengar jeritan seorang Draco Malfoy yang terdengar seperti lengkingan putus asa dan itu menyayat hatinya. Hermione merasa bersalah. Dia tidak tahu seberapa berat beban yang harus ditanggung Malfoy demi keluarganya. Dia baru merasakan bahwa Malfoy pastilah sangat mencintai keluarganya, terutama ibunya.

"M-Malfoy, A-aku minta maaf. Aku memang tidak tahu apa-apa tentang dirimu. Aku tidak tahu seberapa berat beban yang harus kau tanggung demi keluargamu. Aku sama sekali tidak tahu bahwa k-kau—kau disiksa oleh Kau-Tahu-Siapa. Aku benar-benar minta maaf, Malfoy," ujar Hermione pelan.

"Aku tidak perlu dikasihani oleh Darah-Lumpur kotor sepertimu!" Umpat Draco sambil kembali membelakangi Hermione supaya gadis itu tidak bisa melihat bahwa airmata sudah menggenang di pelupuk matanya.

Hermione terdiam sesaat mendengar umpatan Draco. Berbagai perasaan dan pikiran berkecamuk dalam dirinya.

"K-kau benar-benar akan membunuh Dumbledore?" Tanya Hermione.

Draco hanya terdiam dan tidak menjawab pertanyaan Hermione. Sesaat, Hermione berani bersumpah bahwa dia mendengar isakan dari arah Draco.

"Kau—kau bukan pembunuh, Draco," ujar Hermione pelan, menyebut nama kecil pewaris tunggal Malfoy itu.
"Jangan berani-berani kau menyebut namaku dengan mulutmu yang kotor!" Bentak Draco.

"Oh, baiklah Mister Malfoy," ujar Hermione dingin, sebelum tatapannya kembali melembut dan menunggu Draco kembali bicara.

"Kau tidak tahu apa-apa, Granger. Aku harus melakukannya. Kalau aku tidak segera menyelesaikan tugasku, dia akan membunuhku. Tidakkah kau mengerti?" Draco terdengar sangat frustasi dalam mempertahankan suaranya agar tidak bergetar.

"Menyeberanglah ke pihak yang benar, Malfoy. Dumbledore dan Orde Phoenix akan melindungimu. Mereka akan menjamin keselamatanmu. Kau akan selamat," bujuk Hermione.

"Kau tidak mengerti, Granger. Kau tidak tahu apa-apa tentang Pangeran Kegelapan. Dumbledore tidak akan bisa melindungiku. Jika bukan aku yang membunuhnya, maka akan ada orang lain yang membunuhnya. Dan—dan..."

Draco tidak sempat menyelesaikan kata-katanya karena Hermione sudah menghambur memeluknya. Draco terpaku di tempatnya. Dia merasakan kehangatan menjalari seluruh tubuhnya. Untuk sesaat, dia merasa tenang. Tapi kemudian dia sadar akan siapa yang sedang memeluknya.

"Beraninya kau menyentuhku, DARAH-LUMPUR KOTOR!" Draco mendorong Hermione menjauh darinya
.
"Oh, Malfoy, m-maafkan aku. A-aku—aku hanya…"

"PERGI! PERGI KAU DARI SINI! BIARKAN AKU SENDIRI!" Bentak Draco.

Sebelum Hermione berbalik dan pergi meninggalkannya, Draco Malfoy masih sempat melihat wajahnya yang basah oleh airmata.
.
.
.
Draco Malfoy POV

Aku berhasil!

Lihat aku, sekarang aku berdiri di Menara Astronomi, mengacungkan tongkatku pada Albus Dumbledore, kepala sekolahku, penyihir yang paling ditakuti Pangeran Kegelapan, penyihir terhebat sepanjang masa, penyihir yang mengalahkan Grindelwald, atau apapun lagi julukan untuknya. Kini dia hanyalah seorang laki-laki tua yang tidak berdaya dibawah ancaman tongkatku.

Aku siap untuk membunuhnya.

Tapi-kenapa? Kenapa aku belum juga melakukannya?

Kenapa aku justru mengulur waktu dengan berbincang-bincang dengan Dumbledore mengenai usaha-usahaku untuk membunuhnya, walaupun tongkatku masih teracung padanya. Dumbledore membicarakan itu semua dengan santai, seakan-akan aku teman lamanya yang sedang dijamu untuk minum bersama.

Kenapa aku—tidak bisa membunuhnya?

Aku justru teringat pada Granger. Aku bisa melihat kembali wajahnya saat membujukku untuk membatalkan niatku. Aku bisa merasakan kembali hangat pelukannya. Aku seakan bisa mendengar suaranya berkata,
"Kau bukan pembunuh, Draco."

Tidak—tidak-aku tidak boleh memikirkannya. Aku tidak boleh memikirkan darah-lumpur itu. Demi Nama Pangeran Kegelapan yang Agung, aku tidak boleh memikirkan gadis muggle itu! Aku tidak akan membiarkannya menggagalkan rencanaku, usahaku selama ini.

'Ayo, Draco Malfoy! Bunuh dia sekarang!' Pikiranku terus menerus berteriak untuk segera membunuh Dumbledore, tapi aku tidak bisa melakukannya. Aku justru menurunkan tongkatku, tidak sepenuhnya, hanya sedikit.

Tapi sebelum aku bisa melakukan apa-apa, terdengar langkah-langkah kaki menaiki tangga dan kemudian aku terdorong minggir oleh empat orang berbaju hitam. Aku tahu siapa mereka, tentu saja. Mereka adalah pelahap maut yang berhasil ku selundupkan masuk ke dalam kastil ini.

Para pelahap maut itu memuji hasil kerjaku yang sudah membuat Dumbledore tersudut, tampak tidak berdaya, dan tanpa tongkat sihir. Mereka menyuruhku untuk segera menyelesaikan tugasku.

Aku-tidak-bisa-melakukannya!

Aku tidak bisa melakukannya sekarang! Tidak dengan bayang-bayang Granger dalam kepalaku sekarang. Aku bisa mendengar suaranya berkata hal yang sama berulang-ulang.

"Kau bukan pembunuh, Draco."

Tanganku bergetar hebat sekali. Bahkan untuk mengecungkan tongkat sihirku pada Dumbledore pun aku tak sanggup.

Saat salah satu pelahat maut menyuruhku untuk menyingkir, pintu kembali menjeblak terbuka dan di sana berdiri Severus Snape.

Yang selanjutnya ku ketahui adalah Snape mengangkat tongkat sihirnya pada Dumbledore dan merapal Kutukan Kematian. Aku melihat pancaran sinar hijau dari tongkat Snape menghantam telak Dumbledore.

Aku gagal…

Dumbledore terbunuh, tapi bukan aku yang membunuhnya.

Aku bukan pembunuh, kau tahu itu, Granger?
.
.
.
Normal POV

Snape menyambar Draco pada tengkuknya dan memaksanya masuk lewat pintu lebih dulu dari pelahap maut yang lain. Bersama-sama, mereka meninggalkan Menara Astronomi. Mereka berjalan menyusuri koridor yang dipenuhi debu. Separo langit-langit dari koridor yang mereka lewati tampaknya sudah runtuh.

Pertempuran sedang berlangsung seru di depan mereka. Draco mencari-cari, dia harus melihatnya dulu sebelum pergi. Draco mendengar Snape berteriak, "Sudah selesai, waktunya pergi!" dan kemudian Snape menarik tangannya dan membawanya menuju tikungan di ujung koridor.

Dan itu dia!

Draco melihatnya sekilas sebelum dia membelok di tikungan. Gadis itu sedang menatapnya sebelum kembali menangkis kutukan dari salah satu pelahap maut (Draco mengenali pelahap maut itu sebagai Alecto). Walaupun hanya sekilas, tapi tatapan Hermione saat itu tidak dapat dilupakan Draco. Tatapan itu memancarkan kesedihan dan kekecewaan. Draco mencelos saat melihat tatapan itu.

'Dia akan tahu nanti, kalau bukan aku yang membunuh Dumbledore,' batin Draco kemudian. Dia tidak tahu mengapa hatinya terasa perih mengingat Granger.

Severus Snape dan Draco Malfoy masih terus berlari. Sebentar lagi mereka akan melewati gerbang dan mereka akan bisa ber-Dissapparate. Mereka juga tahu bahwa di belakang, Harry Potter sedang mengejar mereka. Snape memberitahu Draco tadi selagi mereka berlari, bahwa Potter berada di tempat kejadian, di Menara Astronomi.

Draco merasa kacau sekarang. Dia merasa takut akan entah apa yang akan dilakukan Pangeran Kegelapan terhadap dirinya karena bukan dia yang membunuh Dumbledore. Di sisi lain, dia merasa lega karena dia tidak membunuh. Dia merasa mentalnya belum cukup untuk menjadi seorang pembunuh, belum lagi dengan tekanan batin yang di alaminya saat menyusun rencana untuk membunuh Dumbledore. Dan—Granger, Draco tidak mengerti mengapa dia merasakan perih dalam hatinya saat melihat tatapan Granger tadi.

Kenapa dia harus memikirkannya sekarang?

'Tidak—Aku tidak boleh memikirkan darah-lumpur itu. Aku harus melupakannya.' Pikir Draco ,'Tapi—kenapa? Kenapa aku tidak bisa melupakannya? Aku tidak bisa menghilangkan bayangannya dari pikiranku? Tidak, aku tidak mungkin—oh, lupakan dia sekarang, Draco Malfoy!'

Detik berikutnya, Draco mendengar Harry meneriakkan mantra bius ke arah Snape dan meluncur melewati kepalanya.

"Lari, Draco!" Teriak Snape.

Tanpa perlu disuruh dua kali, Draco segera berlari menuju gerbang. Sebentar lagi, dia akan bisa pergi ke tempat ibunya di Malfoy Manor. Dan itu berarti, dia juga akan segera menghadapi Pangeran Kegelapan, karena sudah beberapa kali Malfoy Manor dijadikan markas para pelahap maut.

Gerbang Hogwarts sudah terlihat di depan matanya. Tinggal beberapa langkah lagi sebelum Draco melewati gerbang ketika dia mendengar seseorang meneriakkan namanya,

"Draco Malfoy!"

Walau dalam jarak yang cukup jauh pun Draco tidak mungkin salah mengenali orang yang meneriakkan namanya itu. Dia selalu mengingat suaranya. Suara yang membujukknya untuk membatalkan niatnya membunuh Dumbledore, suara yang membuatnya tidak sanggup membunuh Dumbledore.

Draco yakin dialah orangnya. Ketika dia menoleh saat sudah melewati gerbang, dia melihat di kejauhan, di bawah pancaran mantra-mantra yang bertaburan, rambut cokelat lebat menghiasi wajah Hermione Granger yang tersenyum sedih pada Draco.

Dan Draco ber-Dissapparate pergi.
.
.
.
To be continue...

8 September 2010,
Felicia Rena

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Visitors