Disclaimer : semuanya milik J.K. Rowling, saya cuma minjam.
Pairing : Draco Malfoy / Hermione Granger
Rated : T
A/N : Chapter 4 langsung lompat waktu Harry, Hermione ama Ron ketangkep trus dibawa ke Malfoy Manor. Maaf kalau lompatnya kejauhan. Masih dari buku ketujuh versi saya. Saya cuma tambahin deskripsi Draco aja awalnya.
You're not a Murderer
"Protego"
Draco Malfoy kembali ke rumahnya untuk Liburan Paskah. Tapi liburan kali ini masih sama suramnya baginya seperti tahun kemarin—ketika ayahnya berada dalam penjara. Suasana Malfoy Manor pun tampak semakin suram. Sebenarnya untuk liburan ini, Draco berniat untuk tinggal di Hogwarts saja. Dia merasa butuh ketenangan. Tetapi ibunya meminta supaya Draco pulang ke rumah, jadi disinilah dia sekarang—Malfoy Manor.
Draco merasa percuma untuk kembali ke Hogwarts tahun ini. Tidak ada sesuatu yang berguna yang dia dapatkan di tahun ketujuhnya ini. Dia tahu bahwa guru-guru seperti McGonnagal, Flitwick dan Sprout sudah berusaha mempertahankan Hogwarts agar berjalan seperti pada tahun-tahun sebelumnya—saat Dumbledore masih hidup—tentu. Tapi Amycus dan Alecto Carrow—pelahap maut yang ditugaskan mengajar Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam dan Telaah Muggle—benar-benar mengubah Hogwarts menjadi selalu dalam suasana perang.
Oh—mereka berdua benar-benar keji. Bahkan kadang-kadang McGonnagal dan Flitwick melupakan tugas mereka untuk mengajar demi berusaha melindungi murid-murid dari kekejaman kakak-beradik Carrow.
Kini sudah beberapa hari liburan berlalu. Draco sedang duduk di ruang keluarga bersama kedua orangtuanya ketika mereka mendengar segerombolan orang memasuki Malfoy Manor. Narcissa Malfoy bangkit dari sofa dan berjalan menuju ruang depan. Lucius Malfoy menatap pintu seakan menunggu siapapun yang datang ke rumah mereka. Sementara Draco tetap duduk tenang sambil menatap perapian dan baru menoleh ketika mendengar ibunya berjalan memasuki ruang keluarga bersama banyak orang.
Draco terpaku kaget melihat siapa yang dibawa masuk oleh ibunya. Greyback, si manusia serigala bersama dengan teman-temannya membawa masuk 'tawanan' mereka. Draco melihat—masih tetap dipegangi oleh penangkap mereka—ada Potter, Granger, dan Weasley di antara tawanan itu. Satu lagi sepertinya teman mereka di Gryffindor. Siapa namanya? Thomas?
Draco cukup yakin itu mereka, walaupun—apa yang terjadi dengan wajah Potter? Dia kelihatan seperti baru disengat puluhan lebah dengan wajah bengkak begitu, pikir Draco. Atau memang iya?
'Dasar bodoh,' runtuk Draco, 'pasti salah satu dari mereka mengucapkan nama itu. Kalau tidak, tidak mungkin mereka akan dapat dilacak, tidak selama otak Granger masih bersama mereka. Pastilah Potter-Tidak-Berotak itu yang mengucapkannya."
"Apa ini?" Suara Lucius Malfoy terdengar seperti diulur-ulur melihat orang-orang yang memasuki ruang keluarganya.
"Mereka bilang mereka telah menangkap Potter," kata suara dingin Narcissa, "Draco, sini."
Draco masih memandang ketiga tawanan itu ketika dia bangkit dari kursi berlengannya dan berjalan mendekati ibunya. Greyback memaksa para tawanan berputar lagi, supaya bisa menempatkan Harry tepat di bawah kandil kristal yang menerangi ruangan.
"Nah, bagaimana, Nak?" Tanya suara serak si manusia serigala ketika Draco mendekat.
"Bagaimana, Draco?" Tanya Lucius. Dia kedengarannya penasaran sekali.
'Apa yang harus kukatakan? Aku cukup yakin itu benar mereka. Apa aku harus mengatakan yang sebenarnya?' pikir Draco, 'tapi—'
"Aku—aku tak yakin," kata Draco akhirnya. Dia menjaga jarak dengan Greyback, dan kelihatan sama takutnya memandang Harry seperti Harry takut memandangnya.
"Tapi lihat dia baik-baik, lihat! Lebih dekat lagi!" Kata Lucius dengan bersemangat.
Draco belum pernah mendengar ayahnya bersemangat seperti itu dan memilih untuk tidak menjawab. Dia berpura-pura melihat ke arah lain walaupun sebenarnya dia melirik Hermione sekilas. Gadis itu sedang menunduk dan kelihatan lemas. Rambut cokelatnya berantakan dan wajahnya tampak pucat. Ketika dia mengangkat wajahnya dan bertemu pandang dengan Draco, mereka dengan segera saling memalingkan wajah.
'Apa yang terjadi denganku?' Batin Draco, 'ini bukan saatnya untuk berdebar-debar! Tung—aku—seorang Draco Malfoy—berdebar-debar karena seorang Darah-lumpur? Memalukan!'
Draco memang merasakan jantungnya berdebar-debar kencang ketika bertemu pandang dengan Hermione. Tapi lamunannya segera buyar ketika dia mendengar ayahnya berkata lagi,
"Draco, kalau kita yang menyerahkan Potter kepada Pangeran Kegelapan, segalanya akan dimaaf—"
"Wah, kita tidak akan melupakan siapa sebenarnya yang menangkapnya, kuharap, ?" kata Greyback mengancam.
"Tentu saja tidak, tentu saja tidak!" Tukas Lucius tak sabar dan mendekati Harry begitu dekat untuk mengamatinya.
Draco melihat ayahnya meneliti dahi Harry dan mencelos ketika ayahnya menemukan sesuatu yang tampaknya seperti bekas luka Harry.
'Mereka akan ketahuan. Tamatlah mereka kalau begitu,' batin Draco putus asa.
'Tunggu—putus asa? Kenapa dia harus merasa putus asa? Bukankah seharusnya dia senang kalau mereka di tangkap? Benar kata ayahnya, segalanya akan dimaafkan—ya, dimaafkan. Termasuk—kegagalannya membunuh Dumbledore. Tapi—tidak! Apa sih yang terjadi denganku?', Pikir Draco.
"Ada sesuatu disitu," bisik Lucius, "bisa jadi itu bekas luka, tertarik meregang… Draco, sini, lihat baik-baik! Bagaimana menurutmu?"
Dengan terpaksa, Draco kembali berjalan mendekati ayahnya dan ikut menatap Harry.
"Aku tak tahu," kata Draco lagi. Kemudian dia berjalan menjauh ke arah perapian, tempat ibunya berdiri mengawasi.
"Kita sebaiknya yakin, Lucius," kata Narcissa dengan suara dingin, nyaring, "yakin sepenuhnya itu Potter, sebelum kita memanggil Pangeran Kegelapan. Kalau kita keliru, kalau kita memanggil Pangeran Kegelapan untuk hal sia-sia… Kita akan mendapatkan hukuman."
Draco menatap ibunya dan mencelos ketika mendengar Greyback berkata dengan geram,
"Bagaimana dengan si Darah-Lumpur, kalau begitu?"
Greyback menarik Hermione dengan kasar dan menempatkannya di bawah kandil kristal, tempat Harry tadi, sehingga cahaya bisa menyinari wajahnya.
"Tunggu," kata Narcissa tajam begitu bisa melihat Hermione sepenuhnya, "ya—ya, dia waktu itu ada di Madam Malkin's bersama Potter! Aku melihat fotonya di Prophet! Lihat, Draco, bukankah itu si Granger?"
Draco tidak tahu lagi harus berkata apa. Entah kenapa, dia tidak bisa membenarkan bahwa itu memang Granger.
"Aku… mungkin… yeah," hanya itu yang keluar dari mulut Draco. Matanya kembali bertemu pandang dengan Hermione, tapi kali ini dia tidak memalingkan wajahnya, begitu juga dengan Hermione. Hermione menatapnya—sedih. Draco balas menatapnya dengan gelisah.
"Tapi, itu kan si Weasley!" Teriak Lucius, menghadapi Ron, "Itu mereka, teman-teman Potter—Draco, lihat dia, bukankah itu anak si Arthur Weasley, siapa namanya—?"
'ugh—kenapa sih mereka selalu bertanya padaku? Tidak tahukah mereka kalau aku tidak ingin menjawab? Oh—sudah jelas bahwa mereka tidak tahu. Aku tidak ingin terlibat dalam hal ini lebih jauh lagi. Tidak—selama ada Granger,' pikir Draco getir.
"Yeah," kata Draco, lalu berbalik memunggungi para tawanan, " bisa jadi."
Kemudian pintu ruang keluarga kembali terbuka dan masuklah bibi Draco, Bellatrix Lestrange, yang langsung berbicara,
"Ada apa ini? Apa yang terjadi, Cissy?"
Bellatrix berjalan mengelilingi para tawanan dan berhenti di depan Hermione, memandangnya melalui matanya yang berpelupuk tebal.
"Bukankah," katanya pelan, "ini si Darah-Lumpur? Ini Granger?"
"Ya, ya, itu Granger!" Seru Lucius, "dan di sebelahnya, menurut kami, Potter! Potter dan teman-temannya, tertangkap akhirnya!"
"Potter?" Pekik Bellatrix, "kau yakin? Wah, kalau begitu, Pangeran Kegelapan harus segera diberitahu!"
Draco melihat ayahnya menyela bibinya, kemudian mereka berdebat mengenai siapa yang seharusnya memanggil Pangeran Kegelapan. Tapi Draco tidak mempedulikan perdebatan mereka. Dia masih sibuk bermain dalam pikirannya sendiri. Draco merasa bingung. Tidak tahu lagi berada di pihak manakah dia sebenarnya.
Ayahnya, Lucius Malfoy, jelas masih mendukung Pangeran Kegelapan—masih berusaha mengembalikan kejayaannya di hadapan Dia-Yang-Namanya-Tak-Boleh-Disebut. Sementara ibunya—well—Draco tidak tahu. Dia tidak merasa ibunya tergila-gila kepada Pangeran Kegelapan seperti bibinya, Bellatrix. Menurut Draco, ibunya hanya mengikuti apa yang terbaik bagi keluarganya, supaya keluarganya tetap selamat. Draco tahu bahwa ibunya sangat mencintai dia dan ayahnya. Itulah yang membuat Draco sangat menyayangi ibunya.
Draco sudah tidak merasakan kegilaan terhadap Pangeran Kegelapan seperti saat dia masih kecil dulu. Dia merasa berubah sejak—kematian Dumbledore. Pembicaraan singkatnya dengan Dumbledore di saat-saat terakhir sepertinya sudah banyak merubah jalan pikirannya. Hanya saja, dia belum tahu apa yang sebaiknya dia lakukan. Kemana sebenarnya dia harus berpihak? Seandainya sekarang dia mendatangi Orde Phoenix dan menyatakan kesetiaan kepada mereka—huh—memangnya mereka bakal percaya?
"Stupefy!"
'Apa? Siapa yang menggunakan mantra bius barusan? Apa yang terjadi?' Draco kembali menyadari situasi di sekitarnya mulai memanas. Tapi bukan antara ayah dan bibinya lagi.
Oh, itu dia. Bibinya sedang menodongkan tongkatnya pada Greyback yang terjatuh di depannya. Sepertinya mereka sedang mempermasalahkan mengenai pedang.
'Apa-apaan sih mereka? Di saat seperti ini mereka masih mempermasalahkan pedang? Memangnya apa gunanya pedang kalau sudah punya tongkat sihir?', pikir Draco.
"Draco, pindahkan sampah-sampah ini ke luar!" Perintah Bellatrix sambil menunjuk orang-orang yang pingsan terkena mantra biusnya tadi, "kalau kau tidak punya nyali untuk menghabisi mereka, tinggalkan saja mereka di halaman, nanti kuhabisi sendiri."
"Jangan berani-berani kau bicara kepada Draco seperti—" teriak Narcissa berang, tetapi Bellatrix balas berteriak, "Diam! Situasinya jauh lebih mengkhawatirkan daripada yang bisa kaubayangkan, Cissy! Kita punya masalah yang sangat serius!"
Draco tidak tahu apa masalah yang dimaksud oleh bibinya. Tapi dia memilih untuk melaksanakan perintah bibinya. Maka dia mengeluarkan tongkatnya dan membuat orang-orang yang pingsan itu melayang sampai ke luar. Setelah itu Draco menggumamkan mantra pengikat untuk mengikat orang-orang itu dan memastikan supaya mereka tidak bisa kabur.
Draco memikirkan kata-kata bibinya tadi—tidak punya nyali—huh, mungkin bibinya memang benar. Saat ini dia memang tidak punya nyali untuk menghabisi orang-orang itu. Tapi yang jelas—dia bersumpah—di saat terakhir nanti, dia akan jauh lebih pintar daripada bibinya.
Ketika Draco kembali ke dalam rumah, dia berpapasan dengan Greyback, yang membawa para tawanan tadi. Kelihatannya mereka menuju gudang bawah tanah, tempat mereka menahan Ollivander dan Luna Lovegood. Draco menatap mereka sampai hilang di tikungan ketika dia menyadari ada yang kurang. Dia masuk ke dalam ruang keluarga dan terpaku dengan apa yang dilihatnya.
Gadis itu—si Darah-Lumpur—Nona-Tahu-Segala—Cewek-Sok-Tahu—atau apapun sebutan untuknya, Hermione Granger jatuh berlutut di hadapan Bellatrix, yang sedang mengacungkan tongkatnya kea rah Hermione.
"Crucio!"
Hermione menjerit nyaring ketika kutukan itu menghantamnya. Draco melihatnya menggelepar-gelepar di lantai. Raut wajahnya menunjukkan kesakitan luar biasa.
"Katakan padaku, Darah-Lumpur kotor! Darimana kau mendapatkan pedang itu?" Seru Bellatrix.
'Apa? Jadi ini tentang pedang lagi? Pedang apa sebenarnya yang mereka maksud?' Pikir Draco tidak mengerti.
"Aku tidak tahu—aku tidak tahu—" Hermione kembali menjerit keras ketika Kutukan Cruciatus kembali menghantamnya.
"BOHONG! Jangan berbohong kepadaku, kau Darah-Lumpur kotor, busuk!" Teriak Bellatrix,"kau pasti sudah memasuki lemari besiku di Gringotts! Ngaku saja!"
Draco menutup matanya ngeri ketika jeritan Hermione kembali terdengar. Entah mengapa, hatinya terasa pilu dan dadanya terasa sesak mendengar jeritan mengerikan itu.
"Apa lagi yang kau ambil? Apa lagi yang kau dapat? Ngaku saja, kalau tidak, aku bersumpah, kupotong kau dengan pisau ini!" Ancam Bellatrix, yang memegang pisau peraknya dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya masih memegang tongkat sihirnya.
"Apa lagi yang kau ambil? JAWAB AKU! CRUCIO!"
Jeritan Hermione bergaung mengerikan memenuhi ruangan itu. Hermione menggelepar kesakitan di atas karpet sebelum tergeletak lemas. Wajahnya kesakitan dan dipenuhi airmata. Draco merasa mencelos melihatnya.
"Bagaimana kau bisa memasuki lemari besiku?" Teriak Bellatrix lagi, "apakah goblin kotor di bawah itu yang membantumu?"
"Kami bari bertemu malam ini," Hermione terisak, "kami belum pernah berada dalam lemari besi anda… itu bukan pedang yang asli! Itu Cuma tiruannya, Cuma tiruannya."
"Tiruan?" Jerit Bellatrix, "oh, cerita yang bagus."
"Tapi kita bisa dengan mudah mengetahuinya!" Kata Lucius, "Draco, jemput si goblin, dia bisa memberitahu kita pedang ini asli atau tidak!"
Dengan enggan, Draco meninggalkan ruang keluarga setelah melirik Hermione sekilas. Kemudian dia melangkahkan kakinya dengan berat menuruni tangga menuju gudang bawah tanah.
"Mundur. Berderet di dinding belakang. Jangan mencoba apa pun, kalu tidak, kubunuh kalian!" Ancam Draco dengan suara gemetar. Dia tidak sungguh-sungguh dengan ancamannya—tentu saja. Karena seperti kata bibinya—dia tidak punya nyali.
Draco melangkah masuk. Tangannya tetap memegang tongkat sihirnya dengan mantap. Dia menyambar goblin pada lengannya dan mundur lagi, menyeret goblin, Griphook bersamanya. Draco membanting pintu gudang dengan suara keras, kemudian kembali ke atas.
Draco baru saja sampai di dalam ruang keluarga dan menjatuhkan goblin itu di hadapan Bellatrix, ketika terdengar suara tar keras dari gudang bawah tanah.
"Apa itu?" Teriak Lucius, "kalian dengar itu? Bunyi apa itu di gudang bawah tanah?"
"Draco—tidak, panggil Wormtail! Suruh dia pergi cek!" Perintah Lucius. Draco segera pergi memanggil Wormtail dan kembali ke ruang keluarga ketika si goblin yang bernama Griphook sedang memeriksa sebuah pedang dengan jari-jarinya yang panjang.
'Itukah pedang bermasalah tadi?' pikir Draco.
Draco kemudian menatap Hermione yang tergeletak di kaki Bellatrix—nyaris tidak bergerak. Dia merasakan sesuatu yang bergejolak di dalam dirinya ketika melihat Hermione. Tapi dia berusaha untuk tidak peduli. Dia tidak peduli—ya.
"Pedang ini palsu," ujar Griphook.
"Kau yakin? Sungguh yakin?" Engah Bellatrix.
"Ya,' kata Griphook dengan penuh keyakinan.
Kelegaan merayapi wajah Bellatrix, semua ketegangan menguap darinya.
"Bagus," katanya, dan menambahkan luka torehan yang dalam di wajah si goblin yang langsung ambruk, "dan sekarang, kita memanggil Pangeran Kegelapan!"
Kemudian Bellatrix menyingkapkan lengan bajunya dan menyentuhkan jari telunjuknya ke Tanda Kegelapan.
"Dan menurutku," kata suara Bellatrix, "kita bisa membuang si Darah-lumpur. Greyback, ambil dia kalau kau menginginkannya."
Tanpa disadari Draco, dengan sigap dia mengeluarkan tongkatnya dan siap mengucapkan kutukan kepada Greyback ketika manusia serigala itu mendekati Hermione. Tapi sebelum Draco sempat merapal kutukan apapun, Harry Potter dan Ron Weasley telah menghambur memasuki ruangan.
"Expelliarmus!" Ron meraung dan tongkat sihir Bellatrix terlempar ke udara dan ditangkap Harry.
"Stupefy!"
Lucius Malfoy ambruk pingsan ketika Mantra Bius Harry mengenainya. Narcissa dan Greyback juga melempar kutukan ke arah Harry dan Ron. Kutukan Greyback meleset dan nyaris mengenai Hermione yang masih tergeletak.
Tanpa sadar Draco justru merapalkan Mantra Pelindung non-verbal untuk menangkis kutukan Greyback. Untunglah tidak ada yang menyadari hal itu karena Narcissa dan Greyback sudah kembali menyerang Harry. Sedangkan Bellatrix,
"BERHENTI, KALAU TIDAK DIA MATI!"
'Tidak—,' batin Draco pening. Dia melihat Bellatrix menyangga Hermione dan memegangi pisau peraknya ke leher Hermione.
"Jatuhkan tongkat sihir kalian, kalau tidak, kalian akan melihat betapa kotor darahnya," ancam Bellatrix, menekankan pisaunya ke leher Hermione.
Draco melihat dengan ngeri, butir-butir darah muncul dari leher Hermione. Hermione sendiri kelihatannya sudah pingsan akibat Kutukan Cruciatus yang tidak berhenti menghantamnya tadi. Wajahnya pucat, tapi tidak sepucat Draco yang menatapnya.
"Baiklah!" Seru Harry dan dia menjatuhkan tongkatnya, begitu juga dengan Ron. Dan entah mengapa juga, Draco merasa bersyukur karena dia yakin Bellatrix cukup kejam untuk benar-benar memotong leher Hermione. Oh—kenapa dia tidak henti-hentinya mengharapkan keselamatan gadis itu?
Masa bodohlah, aku akan melakukan apa yang aku anggap benar. Tapi—apa ini benar?
"Bagus! Draco, ambil tongkat itu! Pangeran Kegelapan sedang menuju kemari, Harry Potter! Kematianmu sudah dekat!" Pekik Bellatrix senang.
Dengan sedikit gemetar, Draco mengambil tongkat yang dijatuhkan oleh Harry dan Ron. Kemudian dia berjalan menuju tempat ibunya, dengan kedua tongkat itu di tangannya.
Tiba-tiba terdengar bunyi ciutan aneh dari atas dan detik berikutnya kandil kristal yang tergantung di atas mereka jatuh ke bawah. Bellatrix yang tepat berada di bawah kandil itu menjerit, menjatuhkan Hermione dan melemparkan diri menghindari kandil itu.
Draco yang shock melihat Hermione akan kejatuhan kandil, langsung merapal Mantra Pelindung Non-Verbal ke arah Hermione. Mantra itu mencapai Hermione tepat pada waktunya, melindunginya dari jatuhnya kandil dan pecahan-pecahan kristal yang tersebar ke seluruh ruangan. Dan karena terlalu fokus merapal mantra itu untuk melindungi Hermione, Draco tidak melihat pecahan-pecahan kristal yang terbang ke arahnya dan tepat mengenai wajahnya.
Draco berteriak dan membungkuk kesakitan ketika pecahan kristal itu merobek pipinya dan melukai bagian wajahnya yang lain, membuat wajahnya bersimbah darah. Seketika itu Draco merasa pusing. Tapi Draco masih bisa melihat Ron menarik Hermione dari bawah reruntuhan kandil. Tampaknya dia baik-baik saja—syukurlah.
Draco tidak bisa berpikir lagi. Tidak bisa memikirkan kenapa dia justru menyelamatkan Darah-lumpur itu, kenapa dia bersyukur karena Hermione tidak terluka. Dia tidak tahu lagi.
Harry melompati kursi berlengan dan merenggut tongkat tiga tongkat sihir dalam genggaman Draco—tongkat Harry dan Ron serta tongkat Draco sendiri.
Kemudian Narcissa menarik Draco menghindar dari malapetapa lainnya. Bellatrix mengacungkan pisaunya ke pintu. Di situ berdiri peri-rumah keluarga Malfoy dulu—Dobby.
Draco masih merasa kesakitan sehingga dia tidak memperhatikan perdebatan Bellatrix dan Dobby. Yang dia ketahui berikutnya adalah Harry dan Ron menyambar tangan Dobby dan ber-Dissaparatte dengan membawa Hermione. Bellatrix menjerit murka dengan kepergian para tawanan mereka.
'Setidaknya dia selamat,' pikir Draco dengan limbung, kemudian dia jatuh terduduk dengan lemas.
Suasana di ruang keluarga Malfoy tampak jauh lebih mencekan dengan Lord Voldemort berjalan mengelilingi keluarga Malfoy dan Bellatrix yang sedang bersujud di hadapannya.
"Jadi—," kata Voldemort lambat-lambat, "kalian memanggilku, lagi-lagi untuk memberitahukan bahwa Potter berhasil lolos?"
"Tuan—," ratap Bellatrix, "tuan kami sungguh-sungguh—"
"Diam!" Desis Voldemort, "aku tidak mau mendengar alasan apapun Bella. Apakah kalian tahu urusan penting apa yang sedang aku kerjakan ketika kalian memanggilku kemari—hanya untuk kemudian memberitahuku bahwa Potter berhasil lolos?"
Voldemort terus berbicara dengan suaranya yang licin berbahaya, "Kalian sudah tahu bukan, apa hukumannya karena sudah memanggilku tanpa Potter?"
Kemudian dia menatap Draco dan seketika itu juga Draco menjerit kesakitan. Jeritannya bergaung di seluruh ruangan sampai kendil-kendil yang masih tergantung di atas bergetar.
Draco tidak bisa mengingat apa-apa lagi. Yang dia tahu—Pangeran Kegelapan sedang menyiksanya dan seluruh keluarganya. Dia hanya bisa merasakan sakit—sakit sekali. Seluruh tubuhnya serasa ditusuk dengan pisau tajam.
Tapi, jauh di dalam lubuk hatinya—untunglah dia masih memiliki hati—dia merasa lega, bersyukur karena gadis itu selamat. Si Darah-lumpur, Granger.
.
.
.
To be continue...
link on FFN : You're Not a Murderer - 4
17 September 2010,
Felicia Rena
Tidak ada komentar:
Posting Komentar