Welcome to Felicia Rena's World. I hope you like this world. Thanx for visiting...

You're Not a Murderer - 3


Disclaimer : semuanya milik J.K. Rowling, saya cuma minjam.

Pairing : Draco Malfoy / Hermione Granger

Rated : T

A/N : Chapter 3 masih berada dalam alur Deathly Hallows, tapi saya mengubah pada beberapa bagian. Bisa dibilang ini adalah Deathly Hallows versi saya =D (Mohon maaf bunda Jo).




You're not a Murderer
"Tidak mungkin dia"

The Burrow


Hari ini adalah hari pernikahan Bill Weasley dan Fleur Delacour. Suasana The Burrow sudah ramai sekali sejak pagi. Banyak orang hilir-mudik mempersiapkan segala sesuatu untuk pernikahan nanti. Mrs. Weasley tidak hentinya berteriak-teriak kepada semua orang, menyuruh agar bekerja rapi dan cepat, sementara dirinya sendiri sedang sibuk di dapur dibantu oleh Madame Delacour, ibu Fleur.

Pada pukul tiga sore, semua persiapan telah lengkap dan acara pernikahan akan segera dimulai. Harry telah meminum ramuan polijus dan sekarang dia menjadi seorang cowok muggle dari desa Ottery Dt Catchpole, yang rambutnya telah dicuri Fred Weasley dengan menggunakan mantra panggil. Harry, Ron, Fred, dan George mendapat tugas untuk menyambut tamu. Maka sekarang mereka berdiri di depan tenda putih besar di kebun buah, menunggu kedatangan para tamu undangan.

Sementara itu, kamar Ginny sudah berubah fungsi menjadi ruangan tata rias untuk pengantin dan pengiring pengantin. Fleur sedang mengenakan gaun pengantinnya dengan dibantu oleh dua orang penata rias. Sementara Ginny dan Gabrielle, adik Fleur, sudah siap sejak tadi. Ginny dan Gabrielle mengenakan gaun berwarna keemasan. Hermione sedang duduk mengobrol dengan Ginny ketika Mrs. Weasley memasuki kamar Ginny bersama dengan seorang penyihir wanita lanjut usia dan berhidung bengkok. Mrs. Weasley mengenakan jubah baru berwarna kecubung dengan topi sewarna, sedangkan wanita disampingnya memakai jubah berbulu merah jambu dan membawa kotak berwarna emas di tangan kanannya.

"Err—Fleur, ini Bibi Muriel yang akan meminjamkan tiaranya padamu," ujar Mrs. Weasley.

"Jadi—diakah mempelai dari cucu keponakanku tersayang?" Tanya Bibi Muriel, menatap Fleur dari atas sampai bawah dengan pandangan menilai, "Well, harus ku akui kau memang cantik, nak."

"Tapi tetap saja—Perancis," dengus Bibi Muriel pelan, sangat pelan sehingga hanya Ginny dan Hermione yang berada di sampingnya yang bisa mendengarnya. Hermione dan Ginny sama-sama berpandangan dan mendengus menahan tawa.

Kemudian Mrs. Weasley mengambil kotak di tangan Bibi Muriel—yang ternyata berisi tiara buatan goblin—dan membantu penata rias untuk memasangnya pada rambut Fleur yang telah di tata menjadi sanggul anggun. Bibi Muriel berpaling kepada Hermione dan Ginny.

"Astaga, inikah si kelahiran-Muggle?" Tanya Bibi Muriel, menatap Hermione, yang kaget, dengan pandangan menilai yang sama seperti dia menatap Fleur tadi.

"Yeah, Bibi Muriel. Kenalkan, ini Hermione Granger," ujar Ginny. Hermione tersenyum gugup melihat Bibi Muriel masih menatapnya dengan tatapan menilai.

"Perawakan buruk dan pergelangan kaki kekurusan," gumam Bibi Muriel kemudian. Hermione dan Ginny berpandangan—sama-sama menahan tawa.

"Err—Kurasa sebaiknya aku keluar sekarang, Gin," ujar Hermione, kemudian bergegas keluar mencari kedua sahabatnya.

Hermione menemukan kedua sahabatnya berada di dekat gerbang masuk The Burrow dan bergegas mendekati mereka.

"Wow," kata Ron ketika dia melihat Hermione mendekat, "Kau cantik!"

"Selalu nada heran," kata Hermione, meskipun dia tersenyum. Hermione memakai gaun dari kain ringan melayang berwarna lila, dengan sepatu tumit tinggi sewarna. Lalu dia bergabung bersama kedua sahabatnya untuk menyambut tamu.

Tidak lama kemudian, Fred datang dan memberitahu mereka bahwa acara akan segera dimulai. Harry, Ron dan Hermione segera mengikuti Fred dan George menyusuri lorong di antara tempat duduk dan duduk di tempat mereka, di baris kedua di belakang Fred dan George.

Upacara pernikahan berlangsung lancar. Bill dan Fleur telah resmi menikah. Selagi Fred dan George memimpin aplaus, balon-balon keemasan di atas meletus: burung cenderawasih dan lonceng-lonceng mungil keemasan melayang keluar dari dalamnya, nyanyian dan denting mereka menambah ramai keriuhan yang ada. Sekarang, waktunya pesta!

Ron menyambar tiga butterbeer dari nampan yang lewat dan membagikannya pada Harry dan Hermione, yang mengambilnya. Harry segera meminum butterbeer-nya. Dia sudah merasa kehausan sejak tadi. Hermione juga meminum butterbeer-nya dan menatap Bill dan Fleur yang masih di kelilingi para tamu yang memberi selamat.

"Kita harus memberi selamat pada mereka. Aku akan kesana sekarang, kalian mau ikut?" Tanya Hermione.

"Oh—ayolah, Hermione. Kita masih punya banyak waktu untuk itu. Ini waktunya pesta. Nikmatilah!" Ujar Ron, meneguk habis butterbeer-nya.

"Baiklah kalau kalian tidak mau ikut. Aku akan memberi selamat kepada mereka sekarang," ujar Hermione, kemudian pergi meninggalkan kedua sahabatnya.

Di tengan perjalanan menuju tempat Bill dan Fleur, Hermione merasa ada yang menarik lengannya.

"Granger"

Hermione berbalik dan melihat seorang pemuda berambut merah yang tidak dikenalnya. Pemuda yang kelihatan seumuran dengannya ini sedang menatap tajam Hermione. Hermione merasa heran, darimana pemuda yang tidak dikenalnya ini bisa mengetahui namanya. Terlebih lagi, Hermione merasa sangat mengenal tatapan itu.

"Maaf, siapa kau?" Tanya Hermione.

"Kau tidak perlu tahu siapa aku. Aku disini membawa kabar penting untukmu," jawab pemuda itu dengan dingin.

Hermione mengerutkan alisnya heran. Dalam dirinya masih bertanya-tanya siapakah pemuda yang sedang berada di hadapannya, tapi dia juga merasa mengenali nada bicara pemuda itu.

"Jadi, bisa kita bicara?" Tanya pemuda itu, "aku tidak punya banyak waktu. Kita tidak punya banyak waktu lagi."

"Apa maksudmu dengan kita?" Tanya Hermione, semakin tidak mengerti.

"Ikut aku, " ujar pemuda itu sambil berbalik dan berjalan ke arah keramaian pesta. Hermione bimbang sesaat, tapi kemudian memutuskan untuk mengikuti pemuda itu.

Pemuda itu berhenti pada salah satu pilar keemasan yang menyangga tenda dan berbalik menghadap Hermione. Matanya masih menatap tajam Hermione.

"Kau harus cepat-cepat pergi dari sini, Granger," ucapnya tanpa basa-basi.

"Apa?" Tanya Hermione semakin tidak mengerti. Kenapa pemuda ini ingin dia pergi? Memangnya siapa dia?

"Bawa temanmu, Potter, dan segera pergi dari sini. Percayalah. Ini demi kebaikan kalian," ulang pemuda itu.

"Tapi—tapi kenapa?" Tanya Hermione, "kenapa kami harus pergi dari sini? Dan bagaimana kau bisa tahu aku berteman dengan Harry?"

"Sudah kubilang kau tidak perlu tahu siapa aku," sergah pemuda itu kasar, "aku berusaha menolongmu. Sebentar lagi, sesuatu yang buruk akan terjadi disini dan sebaiknya kau menjauhkan temanmu itu dari tempat ini."

"Apa—apa yang akan terjadi? Bagaimana aku bisa mempercayaimu?"

"Kau akan tahu siapa aku, kalau sudah saatnya," ujar pemuda itu.

"Tapi aku tidak bisa pergi!" Seru Hermione, "Bagaimana dengan semua orang disini? Dan apa yang sebenarnya akan terjadi?"

"Kenapa sih kau begitu keras kepala? Tidak bisakah kau pergi saja tanpa banyak bertanya? Kau benar-benar selalu ingin tahu. Apa kau tahu kalau kau benar-benar menyebalkan?" Seru pemuda itu kesal.

"Dengar—aku tidak berada disini untuk mendengar kau mengata-ngataiku. Katakan padaku apa yang sebenarnya akan terjadi, maka aku akan mempercayaimu dan pergi dari sini!" Hardik Hermione.

"Oh, baiklah, Granger," kata pemuda itu dingin, "Aku akan memberitahumu satu hal. Nyawa Potter sedang terancam. Pangeran Kegelapan akan menyerang kementrian, dan kau tahu sendiri bagaimana kelanjutannya jika dia berhasil menguasai kementrian hari ini."

"Maksudmu—Kau-Tahu-Siapa akan mengejar Harry kemari?" Tanya Hermione ngeri, pemahaman mulai merasuki pikirannya. Matanya melebar menatap pemuda itu.

"Tapi—kalau benar begitu, bagaimana dengan para tamu disini? Mereka bisa terbunuh!" Seru Hermione.

"Jangan pikirkan mereka dulu! Disini banyak anggota orde kan? Mereka pasti bisa menyelamatkan semua orang yang ada disini. Yang terpenting adalah sekarang kau pergi, selamatkan nyawamu dan temanmu!" Balas pemuda itu. Hermione terdiam sesaat, tampaknya dia sedang berpikir keras.

"Dan satu hal lagi! Setelah kau pergi dari sini, jangan pernah menyebut nama pangeran kegelapan!" Tambah pemuda itu pelan.

"Kena—"

"Nama itu tabu. Nama itu akan disihir sehingga siapapun yang menyebut namanya akan dapat di lacak keberadaannya. Jadi kalau kau tidak ingin keberadaanmu diketahui, maka jangan sekali-sekali kau menyebut namanya!" Jelas pemuda itu.

"Baiklah—aku akan pergi secepat mungkin—bersama Harry," kata Hermione kemudian, "tapi bisakah kau beri tahu siapa kau sebenarnya?"

Pemuda itu terdiam sesaat, kemudian membuka mulutnya. Tapi Hermione tidak pernah tahu apa yang hendak di ucapkan pemuda itu karena tepat pada waktu itu sesuatu yang besar dan perak terjatuh di lantai dansa—patronus kucing liar yang anggun dan berkilau. Ketika semua orang menoleh ke arahnya, patronus itu membuka mulutnya dan berbicara dengan suara Kingsley Shacklebolt yang keras, dalam, dan lambat.

"Kementrian sudah jatuh, Scrimgeour mati. Mereka datang."

Kesunyian melebar di tempat itu. Banyak orang masih menatap ke arah kucing perak itu ketika dia lenyap, sementara yang lain mulai menyadari sesuatu yang ganjil telah terjadi. Segalanya terasa kabur dan lambat. Kemudian ada yang berteriak.

"Oh, Tidak," ujar Hermione.

Suasana menjadi kacau balau. Tamu-tamu berlari serabutan ke segala jurusan. Banyak orang yang ber-Dissaparatte—mantra perlindungan di The Burrow sudah pecah.

"Harry!" Seru Hermione, "Aku harus segera menemui Harry!"

Ketika Hermione menoleh untuk melihat pemuda yang tadi berbicara dengannya, ternyata pemuda itu sudah tidak ada di tempatnya. Mata Hermione mencarinya—dan itu dia—bergerak di antara kerumunan orang. Hermione mengenali jubah hitam yang tadi di kenakannya. Hanya saja—tunggu—seingat Hermione pemuda itu berambut merah—tapi—yang baru saja dilihatnya adalah rambut merah itu berubah menjadi pirang. Apa?

Hermione mengamati sosok itu lagi. Ketika sosok itu menoleh ke kanan, Hermione merasa tidak mungkin salah mengenali sosok itu. Hermione terpaku sesaat. Otaknya sibuk mencerna—tidak menyadari lagi apa yang sedang terjadi—ketika ada yang menyentuh bahunya.

"Hermione! Kami mencarimu kemana-mana. Kenapa kau diam saja disini?" Ujar suara Harry.

Hermione berbalik dan mendapati Harry dan Ron sudah berada di hadapannya. Nafas mereka tersengal-sengal. Mereka pastilah berlari di antara kerumunan orang yang panic untuk mencarinya. Hermione seakan baru sadar dari trans-nya.

"Ayo—kita harus pergi dari sini," seru Hermione.

'Ap—tapi kemana?" Tanya Ron tepat ketika Hermione menarik tangannya dan Harry untuk ber-Dissaparatte.
Beberapa detik kemudian, mereka mendarat di tengah lapangan kecil dan kumuh yang sudah mereka kenal. Di hadapan mereka Grimmauld Place nomor 12 muncul dari antara nomor 11 dan nomor 13. Kemudian mereka bergegas menaiki undakan batunya dan Harry mengetuk pintu depannya satu kali, dengan tongkat sihirnya. Mereka mendengar serangkaian klik metalik dan gemerincing rantai, kemudian pintu berderit terbuka dan mereka cepat-cepat masuk.

Ketika pintu ditutup, lampu-lampu gas tua menyala sendiri, menebarkan cahaya kelap-kelip sepanjang lorong depan. Ruangan itu tampak seperti yang di ingat mereka—menakutkan.

"Err—Apakah tidak berbahaya kalau kita kesini? Bukankah Snape bisa masuk ke tempat ini?" Tanya Ron sementara mereka masih belum bergerak dan berdiri berdekatan, takut untuk melangkah lebih jauh ke dalam rumah.

"Kurasa tidak, Ron. Ayahmu bilang mereka sudah memasang mantra untuk menahannya—dan sekalipun mantra-mantra itu tidak berfungsi—tak jadi soal kan? Aku bersumpah tidak ada yang lebih kuinginkan daripada bertemu Snape!" Ujar Harry.

"Dan kenapa kau membawa kami kesini, Hermione?" Tanya Ron lagi kepada Hermione.

"Eh—umm—ini tempat pertama yang terpikir olehku—jadi—"

"Sudahlah, sekarang kita mau masuk atau tidak?" Tanya Harry, "kita tidak bisa diam disini terus selamanya."
Mereka maju selangkah.

"Severus Snape?"

Suara Mad-Eye Moody berbisik dari dalam kegelapan, membuat mereka terlonjak ketakutan.

"Kami bukan Snape," kata Harry parau, sebelum sesuatu meluncur ke arahnya seperti udara dingin dan lidahnya bergulung sendiri, membuatnya tidak bisa berbicara dan kemudian lidahnya terurai kembali.

"It—itu pasti K—Kutukan Ikat-Lidah yang dipasang Mad-Eye untuk Snape," ujar Hermione tergagap.

Dengan hati-hati mereka maju selangkah lagi. Sesuatu bergerak dalam keremangan di ujung ruangan, dan sebelum salah satu dari mereka bisa mengucapkan apa-apa, ada sosok yang bangkit dari karpet, jangkung, sewarna debu dan mengerikan. Hermione menjerit dan menutup matanya.

"Jangan!" Harry berteriak, "Kami tidak membunuh anda—"

Hermione masih meringkuk di lantai depat pintu dengan tangan di atas kepala sehingga tidak menyadari bahwa sosok mengerikan itu sudah hilang.

"T-tak apa… dia sudah pergi," ujar Ron.

"Sebelum kita masuk lebih jauh, kurasa lebih baik kita cek," ujar Hermione yang mulai tenang dan mengangkat tongkat sihirnya, "Homenum Revelio"

"Untuk apa mantra itu?" Tanya Ron.

"Mantra itu untuk mengungkapkan rahasia keberadaan orang lain selain kita," jelas Hermione, "ayo kita naik."
Mereka memasuki ruangan yang merupakan ruang tamu. Saat itu Harry merasa bekas lukanya sakit. Ketika mereka sibuk mengerumuni Harry, mereka melihat patronus perak meluncur masuk dan mendarat di lantai, memadat menjadi musang yang berbicara dengan suara ayah Ron.

"Keluarga selamat, jangan menjawab, kita diawasi."

Kemudian patronus itu lenyap. Mereka semua lega mendengar kabar itu—terutama Ron. Kemudian mereka sepakat untuk beristirahat. Hermione mengeluarkan kantong tidur yang dibawanya—mereka akan tidur bersama di ruang tamu.

Ketika kedua sahabatnya sudah terlelap. Hermione bangun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju jendela. Ditariknya tirai yang menutupi jendela sekitar dua senti. Sambil melihat ke arah jalan Grimmauld Place, Hermione merenung.

'Tidak—tidak mungkin dia. Dia tidak pernah peduli dengan keselamatan Harry. Dia membenci Harry. Dia membenciku,' pikir Hermione getir.

Dadanya terasa sesak setiap kali dia memikirkan orang itu dan dia memang banyak memikirkannya. Sejak tahun keenamnya—tidak—bahkan dari sebelum itu—dia selalu memikirkannya.

'Tidak—pemuda tadi tidak mungkin dia. Tidak ada alasan untuknya menyelamatkan Harry apalagi menyelamatkanku. Sudahlah, aku harus melupakannya. Mungkin tadi aku hanya salah lihat—atau salah orang. Dia tidak mungkin berada disana.'

Hermione menghela nafas panjang. Kemudian dia menutup tirai dan kembali masuk ke dalam kantong tidurnya. Dia mencoba untuk tidur. Sulit baginya untuk mencoba tidur sementara otaknya masih sibuk mencari tahu siapa sebenarnya pemuda tadi. Otaknya hanya memberikan satu nama—yang ditolak oleh Hermione. Malfoy.
.
.
.
To be continue...

16 September 2010,
Felicia Rena 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Visitors