Disclaimer : semuanya milik J.K. Rowling, saya cuma minjam.
Pairing : Draco Malfoy / Hermione Granger
Rated : T
A/N : Battle sudah selesai. Yang menang jelas Hogwarts dong. Setelah ini cuma bakal ada satu epilog lagi. Jadi fic ini bener-bener udah mau selesai. :D Chapter ini mungkin bakal sedikit OOC buat para Malfoy.
You're not a Murderer
"Terima Kasih"
Hermione Granger terduduk lega di salah satu kursi Rumah Sakit yang dipenuhi orang-orang. Beberapa menit yang lalu semakin banyak orang yang datang ke Rumah Sakit dan membuat Madam Pomfrey menjadi sangat sibuk. Tapi untunglah, Draco dan ibunya sudah di obati oleh Madam Pomfrey.
Sekarang Draco terbaring tidur di salah satu tempat tidur. Narcissa duduk di kursi disebelah tempat tidurnya sementara Lucius berdiri dan menggenggam bahu istrinya dengan gestur menenangkan.
Tadi Lucius langsung menyerang Hermione dengan berbagai pertanyaan ketika mereka sampai di rumah sakit dan Draco serta Narcissa sedang ditangani oleh Madam Pomfrey. Hermione kemudian menjelaskan semua yang dia ketahui pada Lucius. Tampaknya Lucius masih belum puas dengan penjelasan Hermione yang tidak lengkap mengenai bagaimana Draco bisa sampai separah itu karena Hermione datang saat Bellatrix sedang menyerang Narcissa, tapi Lucius memilih untuk diam.
Hermione menghela napas. Dia menengadahkan kepalanya dan memandang langit-langit Rumah Sakit. Dia merenungkan semua yang terjadi malam itu. Pertama, dia dan kedua sahabatnya berhasil memasuki Hogwarts. Kedua, mereka berhasil menghancurkan dua Horcrux dan Neville membunuh satu Horcrux, si ular besar—Nagini. Ketiga, terjadi perang di Hogwarts. Keempat, kehilangan besar bagi pejuang Hogwarts—Remus, Tonks, Fred, Colin, dan banyak orang lain. Kelima, Harry—dibunuh? Keenam, Bellatrix menyiksa adik dan keponakannya hingga terluka amat parah (Hermione berpikir bahwa perempuan ini mungkin memiliki gangguan otak dan jiwa). Well, dia mulai berpikir bahwa malam ini memang malam yang luar biasa. Luar biasa aneh, luar biasa ajaib dan luar biasa sulit digambarkan.
Dia menatap ketiga Malfoy itu dari tempatnya duduk. Narcissa memakai mantel hangat. Wajahnya masih tampak pucat dan lemas. Terlihat sekali kecemasan yang dia rasakan pada putranya, Draco. Sementara itu, Lucius sudah kembali tidak bisa dibaca ekspresinya. Masih ada sedikit keangkuhan dalam sorot matanya ketika memandang berkeliling Rumah Sakit
Saat ini Draco masih tidur. Madam Pomfrey sudah mengobati kakinya yang patah dan berkata bahwa kakinya akan sembuh total dalam semalam. Sementara itu Madam Pomfrey juga sudah memberikan berbagai ramuan pada Draco dan Narcissa untuk menyembuhkan shock dan luka dalam yang mereka alami pasca merasakan kutukan Cruciatus yang sangat kuat. Draco tertidur setelah diberi Ramuan Tidur Tanpa Mimpi. Narcissa menolak untuk diberi Ramuan itu juga. Dia mengatakan bahwa dia ingin menunggui anaknya dan tidak ingin tidur.
"Miss Granger?"
Suara Madam Pomfrey membuyarkan lamunan Hermione. Dia berbalik dan melihat Madam Pomfrey sedang memandangnya sambil membawa nampan berisi berbagai ramuan.
"Tidakkah kau ingin pergi ke Aula Besar? Kau tentunya sudah mendengar bahwa Pangeran Kegelapan sudah dikalahkan bukan? Teman-temanmu pasti sedang mencarimu sekarang," ujar Madam Pomfrey.
Hermione tampak baru sadar akan sesuatu. Dia menepuk dahinya. Ya—tentu saja. Kenapa dia masih berada disini? Seharusnya sekarang dia menemui Harry, Ron, Ginny dan yang lain. Dia sudah mendengar berita tentang Harry yang berhasil mengalahkan Voldemort dari orang-orang yang datang ke Rumah Sakit beberapa menit yang lalu. Dan dia masih disini? Harry masih hidup! Demi Rambut Putih Merlin! Hermione melompat bangun dari tempat duduknya ketika mengingat kembali bahwa sahabatnya masih hidup. Voldemort gagal membunuhnya lagi ternyata. Eh, sebenarnya Harry itu bisa mati atau tidak sih? Pikir Hermione.
"Yah, Anda benar, Madam Pomfrey. Kurasa sekarang aku akan ke Aula Besar. Terima Kasih." Hermione segera meninggalkan Madam Pomfrey dan berlari keluar Rumah Sakit menuju Aula Besar.
. . .
Matahari naik dengan mantap di atas Hogwarts, menyinari Aula Besar dengan cahaya kebahagiaan. Dunia Sihir sedang bersorak. Pangeran Kegelapan, Dia-yang-Namanya-tidak-boleh-disebut, Lord Voldemort, Tom Riddle, atau apapun sebutannya—sudah mati, dikalahkan oleh Harry Potter—Anak yang Bertahan Hidup, Sang Terpilih dan Pahlawan Dunia Sihir.
Aula Besar dipenuhi dengan orang-orang yang bersorak, berpesta. Para peri-rumah kembali pada pekerjaan mereka. Kali ini mereka berkeliling di antara orang-orang, membawa nampan penuh berisi makanan dan minuman, menawarkannya pada semua orang yang mereka lewati.
Harry Potter berada di tengah keramaian itu. Duduk di antara Ron dan Ginny Weasley. Keluarga Weasley yang lain mengelilinginya. Semua orang yang melewatinya tidak akan melewatkan kesempatan untuk sekedar menyapanya atau menepuk punggungnya.
Harry memandang berkeliling. Dia melihat keluarga-keluarga yang kembali berkumpul. Dia melihat Centaurus Firenze sedang menyembuhkan diri di sudut. Dia melihat Neville, pedang Gryffindor tergeletak di sebelah piringnya sementara dia makan. Semuanya sudah kembali. Hari yang sudah lama dia nantikan akhirnya datang juga. Keadaan dimana tidak ada Voldemort yang terus berusaha menguasai Dunia Sihir, memasang harga yang sangat tinggi untuk kepalanya. Dia berpikir semuanya sudah sempurna sekarang. Seharusnya begitu. Tapi—
Lagi-lagi Harry menjulurkan kepalanya, memandang berkeliling Aula Besar. Berusaha mencari-cari sosok gadis berambut cokelat lebat, sahabatnya—Hermione Granger. Dia belum melihatnya lagi sejak dia mengalahkan Voldemort. Dia yakin Hermione tidak ada dalam rombongan orang-orang yang berebut untuk memeluknya setelah dia manjatuhkan Voldemort. Kemana dia? Pikir Harry.
"Hei, Ron, apakah kau melihat Hermione?" Tanya Harry.
"Entahlah, aku juga belum melihatnya sejak tadi," jawab Ron. Dia juga ikut menjulurkan kepalanya untuk mencari Hermione.
"Terakhir aku melihatnya adalah saat aku, Hermione dan Luna melawan Bellatrix. Tapi setelah mom mengambil alih, dia menghilang," ujar Ginny.
Harry tampak berpikir tentang ketidakhadiran salah satu sahabatnya ini. Dia hanya bisa berharap bahwa Hermione baik-baik saja.
"Hermione."
Harry menoleh dan melihat Ginny menatap ke arah pintu Aula Besar. Harry ikut melihat arah pandang Ginny dan menemukan Hermione berdiri di sana, tampak kelelahan tapi tersenyum lebar. Kemudian Hermione berlari ke arah sahabat-sahabatnya sambil berteriak keras, "Harry!"
Harry berdiri dan menyambut Hermione dalam pelukannya. Hermione memeluk Harry erat sekali. Dia ingin membuktikan bahwa sahabatnya benar-benar kembali, masih hidup, bahkan sehat.
"Harry—Harry. Ini benar kau kan? Kau masih hidup? Kau masih hidup," bisik Hermione.
"Ya—Ugh—Hermione, biarkan aku mengambil napas," ujar Harry setelah Hermione memeluknya erat cukup lama.
"Oh—maaf, Harry. Aku hanya—terlalu senang. Aku senang sekali kau masih hidup. Oh, Harry," Hermione kembali memeluk Harry erat-erat. Kali ini Harry benar-benar tersedak.
"Sudahlah, Hermione. Kalau kau begitu terus, Harry akan benar-benar tewas. Ironisnya, itu semua karena ulah sahabatnya, bukan karena Kau-Tahu-Siapa," ujar Ron nyengir.
Hermione mendelik ke arahnya dengan wajah merah. "Oh, Ron. Voldemort sudah mati. Dia sudah kalah dan tidak akan kembali lagi. Jadi bisakah kau menyebutnya dengan Voldemort? Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi dengan menyebut namanya, Ron," ujar Hermione. Ron hanya mengangkat bahu.
"Err—Hermione, jadi—darimana saja kau? Kami mencarimu sejak tadi, kau tahu?" Tanya Harry.
"Oh—aku—" Hermione tampak berpikir. Bagaimana reaksi teman-temannya jika mereka tahu bahwa dia baru saja menolong Malfoy dan ibunya?
Hermione menggigit bibir bawahnya dan menghela napas sebelum menjawab, "Aku baru saja dari Rumah Sakit—" Dia tidak tahu lagi bagaimana harus melanjutkan pada teman-temannya.
"Rumah Sakit? Kau terluka, Mione?" Tanya Ginny.
"Tidak. Tidak. Aku baik-baik saja," kata Hermione.
"Lalu? Untuk apa kau ke Rumah Sakit?"
"Oh—baiklah. Aku tadi menolong Malfoy dan ibunya. Aku ikut mengantar mereka ke Rumah Sakit karena—"
"Kau menolong Malfoy?" Potong Ron. "Kau menolong Malfoy?"
Ron melotot pada Hermione yang balas melotot padanya.
"Ya, aku menolongnya. Lalu kenapa?" Hermione mulai berkacak pinggang.
"Mione, dia seorang Malfoy!" Desis Ron dengan penekanan pada tiga kata terakhir.
Hermione memutar bola matanya. "Lalu kenapa kalau dia seorang Malfoy, Ron? Malfoy juga manusia kan? Apa salahnya aku menolongnya. Asal kau tahu, aku menolongnya saat dia dan ibunya sedang disiksa oleh bibinya yang gila itu. Tentu saja aku tidak menolongnya dari pejuang Hogwarts, kalau itu yang kau mau tahu!"
"Tidak. Bukan seperti itu, Mione. Tapi—"
"Sudahlah, Ron," ujar Harry, "kurasa tidak apa-apa kan Hermione menolong Malfoy. Karena—karena Mrs. Malfoy juga sudah menolongku."
"Apa?"
"Apa?"
"Benarkah itu, Harry?" Tanya Hermione ingin tahu.
"Ya," jawab Harry, lalu dia mulai menuturkan kisahnya dalam Hutan Terlarang. Tentang Batu Kebangkitan yang ada didalam Snitch, bagaimana dia memanggil orangtuanya, Sirius dan Remus, bagaimana Kutukan Avada Kedavra menghantamnya dan dia masih hidup, Voldemort yang percaya bahwa dia sudah mati dan peran Narcissa Malfoy untuk pernyataan itu.
. . .
Harry, Hermione, Ron dan Ginny berjalan bersama menuju Rumah Sakit di sayap kastil. Saat itu hari sudah mulai gelap. Aula besar masih ramai saat mereka meninggalkannya tadi. Orang-orang dewasa yang ikut bertempur diijinkan untuk tinggal sementara di Hogwarts dan membantu perbaikan bagian-bagian kastil yang rusak.
Sesampainya mereka di Rumah Sakit, Harry membuka pintu dan menuju tempat Draco Malfoy terbaring, diikuti oleh ketiga temannya. Lucius dan Narcissa Malfoy masih setia menemani Draco yang masih tidur. Mereka tampak terkejut dan—agak takut melihat kedatangan Harry dan kawan-kawan.
"Mr. Malfoy. Mrs. Malfoy," sapa Harry.
"Mr. Potter." Lucius mengangguk hormat pada Harry. "Apa yang membuat kami sekeluarga mendapat kehormatan atas kunjunganmu ini Mr. Potter?"
Harry tersenyum pada kedua Malfoy Senior itu. "Harry saja, Mr. Malfoy. Ya. Aku ingin berbicara pada Mrs. Malfoy—tepatnya, berterima kasih." Harry menatap langsung Narcissa. "Terima kasih karena Anda telah membantu saya. Anda menyelamatkan nyawa saya."
"Tidak perlu, —"
"Harry saja, ."
"Oh—H—Harry..Baiklah."
"Terima kasih. Dan—mungkin seperti yang kalian ketahui, semua Pelahap Maut yang masih hidup, tertangkap atau kabur akan dijatuhi hukuman penjara Azkaban." Harry menatap Lucius kali ini dan melihat wajah Lucius memutih. Harry bisa menduga horror sedang menyelimuti Lucius Malfoy. Mungkin dia teringat kembali akan hari-harinya di Azkaban sebelum dibebaskan oleh Voldemort.
"Tapi—" Harry melanjutkan. "Saya bisa memastikan bahwa itu tidak berlaku untuk kalian. Saya sendiri yang akan memastikan bahwa kalian semua akan terbebas dari hukuman itu. Saya akan bersaksi di depan Wizengamot bahwa Mrs. Malfoy telah menyelamatkan nyawaku. Saya yakin pernyataan saya akan cukup untuk menghapus semua kesalahan kalian—atau setidaknya menguranginya."
Lucius dan Narcissa tampak agak terkejut mendengar pernyataan Harry. Mereka saling berpandangan dengan ekspresi yang tidak terbaca. Harry masih tersenyum dan menunggu jawaban mereka dengan tenang.
"Ehm—Mr. Potter, kami sangat—menghargai kebaikan Anda. Tapi—"
"Anda tidak perlu khawatir tentang apapun, Sir. Saya menjamin bahwa nama Anda akan bersih kembali. Saya ingin membangun kembali hubungan yang baik di antara kita, Sir. Saya harap Anda menerimanya," ujar Harry, kemudian dia nyengir. "Dan bukankah sudah kukatakan, Harry saja, Sir?"
"Baiklah, —Harry. Kami tidak tahu harus berkata apa lagi tentang kebaikan Anda. Kami hanya ingin mengatakan bahwa kami menyesal telah membangun hubungan yang buruk dengan Anda. Kami sungguh menyesal telah memilih jalan yang salah. Dan kami juga berharap bisa membangun kembali hubungan yang baik dengan Anda, Mr—Harry. Begitu juga dengan Mr dan Miss Weasley." Lucius menatap Ron dan Ginny, kemudian Hermione. "Dan Miss. Granger, tentu saja."
"Saya senang mendengarnya, Sir." Harry mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Lucius. Lucius tampak bergeming sebelum menyambut uluran tangan Harry.
"Baiklah kalau begitu. Sebenarnya kami juga mau melihat keadaan anak Anda. Tapi sepertinya dia masih beristirahat dan kami tidak mau mengganggu. Kurasa kami akan kembali besok," kata Harry.
"Tentu saja—H—Harry. Kami senang menyambut kedatanganmu," ujar Narcissa sambil tersenyum tipis.
"Kami permisi dulu, Mr dan Mrs. Malfoy." Harry dan teman-temannya baru akan beranjak pergi ketika Narcissa memanggil salah satu di antara mereka.
"Miss Granger." Hermione menoleh mendengar namanya dipanggil. "Bisa bicara sebentar?" Narcissa menatap Hermione, masih dengan senyum tipisnya.
"Y—ya. Tentu saja Mrs. Malfoy," kata Hermione sambil menatap teman-temannya. Harry mengangguk pada Hermione dan berjalan keluar Rumah Sakit, diikuti oleh Ron dan Ginny.
Narcissa menatap Hermione dan menyunggingkan senyum yang tidak pernah dia tunjukkan pada Hermione. Bukan senyum sinis ataupun senyum menghina. Narcissa Malfoy benar-benar tersenyum padanya! Hermione merasa kakinya langsung lemas seketika saat itu.
"Miss Granger," Narcissa memulai, "aku tahu selama ini aku memiliki banyak kesalahan padamu—dan aku menyesali itu. Aku tidak tahu lagi apa yang seharusnya aku katakan padamu, tapi—well, aku berterima kasih padamu, Miss Granger."
Narcissa masih tetap tersenyum ketika dia melanjutkan, "Aku merasa malu padamu dan pada diriku sendiri. Setelah semua yang kulakukan dan kukatakan padamu, kau masih berbaik hati mau menolongku. Tepatnya—menyelamatkan nyawaku. Tampaknya aku berhutang nyawa padamu, Miss Granger."
"Saya senang bisa membantu Anda, Mrs. Malfoy. Tidak perlu mempermasalahkan yang sudah berlalu. Saya tahu Anda orang yang baik. Anda juga menyelamatkan Harry dan saya juga berterima kasih untuk itu," ujar Hermione sambil ikut tersenyum.
"Aku berharap kita bisa memulai awal yang baru lagi, Miss. Granger. Aku ingin kita bisa memulai hubungan yang lebih baik dari sebelumnya—mengingat hubungan kita sangat buruk sebelum ini," kata Narcissa sambil tertawa kecil. Hermione merasa seperti sedang bermimpi melihatnya.
"Saya juga berharap begitu, Mrs. Malfoy," kata Hermione.
"Aku juga meminta maaf padamu, Miss Granger. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk menjadi orang yang lebih baik lagi setelah ini. Aku juga sangat berterima kasih padamu dan juga Ha—Harry. Terutama padamu, Miss. Kau telah menyelamatkan istri dan anakku," kata Lucius.
"Sama-sama, Sir."
Mereka berada dalam keheningan sesaat, berusaha mengutarakan pikiran masing-masing, ketika satu suara memecah keheningan diantara mereka.
"Kurasa—aku juga perlu minta maaf padamu, Granger."
Serentak Hermione dan kedua Malfoy senior menoleh pada Draco. Draco sudah bangun dari tidurnya. Wajahnya masih tampak pucat dan sesekali dia meringis kesakitan, tapi dia berusaha menatap Hermione.
"Draco, kau sudah bangun, Nak? Bagaimana perasaanmu?" Tanya Narcissa.
"Baik, mum," jawab Draco, menoleh sesaat pada ibunya. Kemudian dia kembali menatap Hermione dengan tatapan seperti sedang berpikir. "Terima kasih, Granger. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau tidak datang tepat waktu dan menyelamatkan ibuku—dan aku."
"Sama-sama, Malfoy."
"Aku ingin—well—maaf—untuk semua yang sudah kulakukan padamu. Aku tahu aku memiliki banyak sekali kesalahan padamu dan aku ingin memperbaikinya," ujar Draco.
"Tentu saja, Malfoy. Kita bisa memulai awal yang baru lagi kan?"
Draco hanya tersenyum tipis—yang tampak lebih mirip dengan seringai karena pada saat bersamaan dia meringis kesakitan. Hermione menganggap itu sebagai 'ya'.
Kemudian Hermione menghabiskan lagi sedikit waktunya untuk mengobrol dengan keluarga Malfoy. Hermione bisa merasakan perubahan sikap mereka pasca perang berakhir. Keluarga Malfoy tampak lebih terbuka, walaupun masih ada sikap angkuh mereka—terutama Lucius. Tapi secara keseluruhan, mereka tidak lagi memandang perbedaan status darah Hermione. Tidak ada lagi tatapan merendahkan yang dilayangkan pada Hermione. Dan Hermione bersyukur untuk perubahan itu.
Keesokan harinya, Draco sudah menunjukkan tanda-tanda kesembuhannya. Hermione juga datang lagi mengunjungi Rumah Sakit bersama Harry, Ron, Ginny dan Neville. Harry tampaknya sudah bisa melupakan semua ketegangan antara dia dan Draco selama beberapa tahun. Ginny dan Neville juga bisa menerima kembali Draco. Hanya Ron yang tampaknya masih sulit memaafkan Draco. Bahkan Hermione dan Ginny harus beberapa kali menginjak kaki Ron yang mengeluarkan kata-kata yang menyinggung Draco saat mereka sedang mengobrol.
Hermione tidak bisa mengharapkan sesuatu yang lebih baik dari saat ini. Dunia yang aman dan damai, tanpa ada penyihir hitam yang meneror di berbagai tempat. Kementrian yang sedang berusaha membangun kembali Dunia Sihir yang lebih baik. Dan yang paling menonjol adalah penghapusan status darah antara pure blood, half blood dan mudblood. Sekarang semua masyarakat sihir adalah sama, tanpa adanya status darah. Semua bisa bersahabat dan berhubungan dengan baik.
Dan setelah selesai diperbaiki, Hogwarts akan kembali dibuka. Hermione sudah tidak sabar untuk kembali belajar dan melanjutkan tahun ketujuhnya. Semua asrama kembali saling membangun hubungan yang baik. Bahkan sebagian besar anak-anak Gryffindor, Hufflepuff dan Ravenclaw sudah sepakat untuk sama-sama memaafkan asrama Slytherin dan memulai hubungan yang baik antar-asrama. Persatuan asrama yang dicita-citakan oleh Dumbledore tampaknya akan segera terwujud.
Hermione tersenyum memikirkan perubahan-perubahan yang terjadi setelah kejatuhan Voldemort. Banyak hal baik yang terjadi dan—ya, dia tidak bisa memikirkan hal yang lebih baik dari yang terjadi sekarang. Awal yang baru akan segera dimulai.
To be continue…
link on FFN : You're Not a Murderer - 8
19 Oktober 2010,
Felicia Rena
Tidak ada komentar:
Posting Komentar