Disclaimer : semuanya milik J.K. Rowling, saya cuma minjam.
Pairing : Draco Malfoy / Hermione Granger
Rated : T
A/N : Battle di Hogwarts. Saya ga terlalu pinter nulis/ndeskripsiin battle, jadi maaf kalau ada yang kurang atau tidak sesuai dengan harapan.
You're not a Murderer
"Hangat"
Draco Malfoy baru saja menginjak lantai enam ketika berbagai mantra meluncur ke arahnya. Draco menangkis beberapa mantra yang menuju ke arahnya. Dia tidak tahu siapa yang mengirimkan mantra-mantra itu, apakah dari pihak Hogwarts atau justru Pelahap Maut.
"Protego! Stupefy!" Draco membalas serangan dari seseorang yang terlebih dulu menyerangnya. Dia melihat orang itu ambruk—yang berarti serangannya tepat mengenai sasaran.
Dia tidak sempat melihat siapa yang berhasil dijatuhkannya karena detik berikutnya, pancaran sinar berwarna hijau melesat ke arahnya. Draco berhasil menghindarinya di detik terakhir.
"Draco!"
Draco menoleh dan melihat Alecto Carrow menatapnya dengan murka. Wanita kekar kecil itu mengacungkan tongkatnya ke arah Draco.
"Apa yang kau lakukan, anak bodoh? Kenapa kau membius Amycus?" Tanya Alecto. Tongkatnya memercikkan bunga api, menggambarkan kemurkaannya pada Draco.
Draco balas mengacungkan tongkat ke arah Alecto sehingga sekarang mereka saling berhadapan dengan tongkat teracung.
"Aku tidak bodoh, Alecto. Kau yang bodoh. Aku tidak tahu bahwa yang kubius adalah Amycus. Tapi aku juga tidak menyesal. Aku tepat sasaran kalau begitu, eh? Membius Pelahap Maut?" Kata Draco.
"Ap—apa maksudmu, Draco? Kau lupa bahwa kau adalah Pelahap Maut juga? Apa kepalamu baru saja terbentur, anak bodoh?" Geram Alecto.
"Aku tidak baru saja terbentur. Aku sudah menetapkan pilihanku, kepada siapa aku akan memberikan kesetiaanku. Dan kita sudah berpisah jalan, Alecto. Aku akan mendukung Harry Potter!" Tegas Draco.
"Kau—kau—" Alecto menatap Draco dengan kemurkaan luar biasa. "Kau akan menerima akibatnya, Draco. Akibat karena sudah mengkhianati Pangeran Kegelapan. Kau dan keluargamu—ayahmu yang tidak berguna. Oh—bagaimana kalau aku membunuhmu sekarang? Avada Kedavra!"
Pancaran sinar hijau kembali meluncur ke arah Draco. Draco berhasil menangkisnya tepat waktu, tapi Avada Kedavra Alecto cukup kuat untuk meretakkan perisai yang disihir Draco untuk melindungi dirinya.
"Crucio!"
"Stupefy!"
Dua pancaran sinar yang keluar bersamaan dari ujung tongkat Draco dan Alecto bertabrakan di tengah perjalanan. Kedua cahaya itu pecah menjadi cahaya-cahaya kecil yang menghujani mereka. Draco memanfaatkan kesempatan ini untuk meluncurkan Mantra Bius pada Alecto, yang berhasil ditangkis pada saat terakhir.
Draco mangirim Crucio pada Alecto yang mengenai sasaran. Alecto terjatuh ke lantai dan menggeliat-geliat kesakitan.
"Stupefy!" Teriak Draco lagi pada Alecto yang masih menggeliat-geliat tidak berdaya akibat dari Crucio tadi. Mantra Bius Draco dengan telak menghantam dadanya dan kemudian Alecto pingsan.
Draco mengatur napasnya lagi. Dia menatap Alecto yang tergeletak pingsan. Kemudian dia mengacungkan tongkatnya pada Alecto, menggumamkan mantra dan muncul tali-tali yang mengikat Alecto dengan kencang. Dia kemudian melakukan hal yang sama pada Amycus. Draco mengambil kedua tongkat kakak-beradik Carrow itu dan mengantonginya dalam saku jubahnya.
Kemudian Draco bergegas turun ke lantai-lantai di bawahnya. Di lantai dua dia melihat semakin banyak orang yang bertarung. Dia menggenggam tongkatnya lebih erat, mengacungkannya pada Pelahap Maut yang sedang bertarung melawan Colin Creevey.
"Stupefy!" Seru Draco. Serangannya tepat mengenai Pelahap Maut yang tidak mengira akan datangnya serangan dari Draco tersebut dan membuatnya ambruk ke lantai.
Kemudian Draco menatap Colin, yang balas menatapnya dengan takut. Draco mengedikkan kepalanya sedikit.
"Kau tidak perlu takut seperti itu padaku, Creevey. Aku ada dipihak kalian. Aku akan membantu kalian mengalahkan Pangeran Kegelapan."
Colin melebarkan matanya menatap Draco.
"Ba—bagaimana aku bisa tahu?" Cicitnya.
"Bukankah aku baru saja membuktikannya padamu? Baru saja aku membantumu menyingkirkan si badan besar ini?"
"Y—ya—kau benar," cicit Colin lagi.
"Kenapa kau ada disini, Creveey? Bukankah kau belum cukup umur untuk ikut bertempur?" Tanya Draco.
"Ten—tentu saja tidak ada hal apapun yang dapat mencegahku untuk membantu Harry dan tidak ada seorangpun yang bisa mencegahku untuk tidak ikut bertempur. Aku akan selalu membela dan mendukungnya. Sekalipun aku harus mengorbankan nyawaku. Aku siap mati dalam pertempuran ini, asal Harry bisa mengalahkan Kau-Tahu-Siapa," ujar Colin bersemangat.
"Semangat yang bagus, Creevey. Tapi tidakkah kau tahu bahwa—AWAS!"
Draco berusaha mendorong minggir Colin menghindari sinar berwarna hijau. Sinar itu melewati mereka, menabrak salah satu tangga dan meledakkannya dengan suara keras.
"Lagi-lagi kutukan maut," batin Draco.
Draco berpaling dan melihat salah satu Pelahap Maut bertopeng masih mengacungkan tongkat ke arahnya dan Colin.
"Expelliarmus!"
Pelahap Maut itu menangkis mantra Colin dengan mudah. Kemudian dia balas mengirim Mantra Bius, yang ditangkis oleh Draco.
"Crucio!" Seru Draco.
Pelahap Maut itu kembali menangkis serangan Draco. Pancaran sinar merah kembali meluncur dari ujung tongkat Pelahap Maut. Draco menagkisnya dengan Protego. Tepat ketika Draco menghilangkan perisainya dan bermaksud membalas, pancaran sinar hijau meluncur dengan cepat ke arahnya. Draco tidak sempat menghindar ataupun menangkisnya.
"Tidaaaakkk!"
Sesosok tubuh kecil telah melempar dirinya ke depan Draco dan mengakibatkan Avada Kedavra menghantamnya telak.
"Stupefy!" Teriak Draco tepat ketika tubuh kecil itu terjatuh. Kali ini serangan Draco tepat mengenai sasaran. Lawannya ambruk ke lantai.
"Creevey!" Draco mencelos melihat tubuh kecil itu terbaring tidak bergerak. Tubuh kecil itu—yang menyelamatkannya dari kematian—menggantikannya. Tidak.
Draco terjatuh di sebelah tubuh Colin Creevey yang sudah tidak bernyawa. Draco mengepalkan tangannya kuat-kuat.
"Aku siap mati dalam pertempuran ini."
"Kenapa dia menyelamatkanku? Kenapa? Bukankah dia tahu bahwa aku bukan Potter? Jadi kenapa dia harus menyelamatkanku, yang baru saja dipercayainya? Tidak," batin Draco. Dia memandang mata kosong Colin yang terbuka selama beberapa saat, kemudian perlahan Draco menutup kedua mata kosong itu.
Draco berdiri, memandang lagi wajah kecil yang telah menyelamatkan nyawanya itu. Kemudian Draco berbalik dan kembali berbaur dalam pertarungan.
. . .
Dalam perjalanannya turun ke Aula Besar, Draco bertemu dengan Neville yang sedang bertarung dengan Pelahap Maut lain di tangga.
Draco menyerukan Mantra Bius ke arah Pelahap Maut itu, yang meleset dan menghantam salah satu lukisan. Orang-orang yang berada di dalam lukisan itu menjerit dan berlari-lari ke lukisan lain.
Walaupun meleset, serangan Draco tadi mengalihkan perhatian si Pelahap Maut. Pelahap Maut itu mencari siapa yang menyerangnya dan menemukan Draco berdiri di ujung koridor.
"Malfoy," desis Pelapah Maut itu. Rupanya dia mengenali Draco.
Nevile mencoba memanfaatkan teralihnya perhatian si Pelahap Maut untuk menyerangnya. Pelahap Maut itu menyadarinya dan menangkis serangan Neville. Dia kembali bertarung dengan Neville, saling mengirim mantra.
Draco juga kembali mengirim Mantra Bius, tepat ketika Pelahap Maut itu merapalkan kutukan kematian pada Neville. Serangan Draco terlebih dulu mencapai si Pelahap Maut sebelum dia selesai merapal Avada Kedavra.
"Malfoy?" Tanya Neville heran. Neville memegang tongkatnya dan mengacungkannya ke arah Draco dengan sikap waspada.
"Tidak perlu seperti itu padaku, Longbottom. Aku tidak akan menyerangmu. Aku berada di pihakmu sekarang. Aku akan membantu kalian," ujar Draco.
Neville menyipitkan matanya dengan curiga. Dia mengernyit pada Draco.
"Apa aku tidak salah dengar, Malfoy? Memang kenapa kau mau membela kami? Kenapa kau tidak bersama-sama dengan teman-teman Pelahap Mautmu itu?" Tanya Neville lagi.
"Aku sudah mengatakannya padamu, Longbottom. Aku ada dipihak kalian—dipihakmu—dipihak Potter. Aku sudah memilih jalanku dan aku memutuskan untuk membantu kalian mengalahkan Pangeran Kegelapan," jawab Draco.
"Apa aku bisa mempercayaimu, Malfoy?"
"Kau bisa pegang kata-kataku, Longbottom. Aku ada dipihak kalian. Kau bisa mengikatku sekarang kalau kau mau dan membawaku pada para professor atau kau bisa membiusku sekarang juga, bahkan membunuhku," ujar Draco.
Neville masih menatap Draco selama beberapa saat sebelum akhirnya dia mengangguk. "Baiklah, aku percaya padamu, Malfoy."
"—Terima kasih, Longbottom."
"Sama-sama, Malfoy. Terima kasih juga telah menyelamatkanku tadi," kata Neville, berusaha tersenyum pada Draco. Kemudian mereka saling berjabat tangan.
Tepat saat itu, mereka mendengar suara Voldemort berkumandang dari dinding-dinding dan lantai. Suara itu nyaring dan dingin.
"Kalian telah bertempur dengan gagah berani. Lord Voldemort tahu bagaimana menghargai keberanian.
Tetapi kalian telah menderita kekalahan besar. Jika kalian terus melawanku, kalian semua akan mati, satu demi satu. Aku tak ingin ini terjadi. Setiap titik darah sihir yang ditumpahkan adalah kerugian dan kesia-siaan.
Lord Voldemort murah hati (Draco melihat Neville mendengus menghina mendengar ini). Aku memerintahkan angkatan perangku mundur, segera."
Kemudian mereka masih mendengar Voldemort berbicara—ditujukan pada Harry Potter. Voldemort memberi Harry waktu satu jam untuk menyerahkan diri atau Voldemort akan memulai kembali perang dengan dia sendiri ikut terlibat.
"Harry," gumam Neville.
"Lebih baik kita turun ke Aula Besar," ujar Draco. Neville mengiyakan.
. . .
Aula Besar tampak sudah penuh dengan orang-orang. Beberapa di antara mereka sedang menangisi teman atau keluarga mereka yang gugur dalam pertempuran. Beberapa lagi sedang mengobati luka-lukanya akibat pertempuran. Di satu sudut terlihat murid-murid yang saling menggenggam tangan temannya, wajah mereka sedih dan takut. Orang-orang berjalan keluar-masuk Aula Besar.
Draco dan Neville memasuki Aula Besar bersama-sama dan memandang berkeliling.
"Malfoy!' Pekik Professor McGonnagall ketika melihat Draco dan Neville.
Draco sangat kaget melihat tatapan McGonnagall. Sulit untuk menafsirkan ekspresi McGonnagall saat itu—marah, kaget, bingung, dan sedih bercampur jadi satu.
"Tenang professor. Tidak apa-apa. Malfoy tadi menyelamatkanku. Dia sekarang dipihak kita," jelas Neville.
McGonnagall tampak semakin terkejut. Matanya membulat melebar mendengar penjelasan Neville. "Ap—oh—benarkah?"
"Yeah, professor. Anda bisa mempercayai saya. Tapi kalau Anda tidak bisa mempercayai saya, Anda bisa mengikat saya dan menawan saya sekarang juga," ujar Draco.
"Oh, baiklah Malfoy. Aku tidak perlu melakukan itu. Aku akan mempercayaimu," kata McGonnagall. "Neville, bisakah kau membantu yang lain untuk mencari ke sekeliling Hogwarts dan membawa mereka yang terluka atau bahkan me—meninggal ke Aula Besar? Oliver Wood baru saja pergi, mungkin kau bisa menyusulnya," kata McGonnagall dengan suara tercekat.
"Baik, professor." Neville kemudian berbalik dan pergi.
"Malfoy, sepertinya kau terluka. Aku bisa membawamu ke Madam Pomfrey, dia sedang mengobati orang-orang disana," ujar McGonnagall sambil menunjuk ke arah podium.
"Tidak perlu, professor. Saya tidak apa-apa," kata Draco.
Professor McGonnagall hanya menganggukkan kepalanya dan pergi meninggalkan Draco.
Draco kembali memandang berkeliling dan menemukan rambut-rambut merah berkumpul di salah satu sudut aula. Draco berjalan perlahan mendekati mereka.
"Potter," panggil Draco pada seorang pemuda berambut hitam yang berdiri di antara kerumunan rambut merah itu.
"Malfoy?" Semua orang di kerumunan itu menoleh menatap Draco.
"Apa maumu, Malfoy?" Tanya Harry dingin.
"Well—Potter, aku hanya ingin—ber—berterimakasih karena kau tadi menyelamatkanku saat di Kamar Kebutuhan," ujar Draco.
Harry mengerjap dengan bingung mendengar ucapan Draco. Dia menoleh menatap Ron, yang balas menatapnya dengan bingung. "Ap—oh—sama-sama, Malfoy," kata Harry kemudian.
"Berterimakasihlah juga pada Hermione kalau begitu. Dia yang mengingatkanku untuk menyelamatkanku," tambah Harry.
Draco membeku sesaat. Dia menoleh ke arah Hermione. Gadis itu berdiri di sebelah Ginny Weasley dan menatapnya, membuat Draco merasa jantungnya berdegup dengan kencang. "Ada apa ini?" Batin Draco.
"Grang-er. A—aku—terima kasih." Akhirnya Draco berhasil mengucapkan kata itu. Dia melihat gadis itu perlahan tersenyum.
"Sama-sama, Malfoy."
Draco juga mencoba untuk tersenyum, walau rasanya sangat sulit. Entah kapan terakhir kali dia tersenyum—yang benar-benar tersenyum. Seluruh otot dan rahangnya terasa kaku ketika sekarang dia mencoba untuk tersenyum.
"Potter, aku juga ingin mengatakan—aku sekarang dipihakmu. Aku ada dipihak kalian." Draco menatap mereka semua—Potter, para Weasleys dan, —Granger .
Tiba-tiba saja pandangan Draco tertutup oleh rambut merah seseorang. Molly Weasley telah memeluknya.
"Oh—kau anak baik, Draco. Aku tahu kau sebenarnya anak baik," isak Molly Weasley.
Draco mengerjap lagi. Dia melihat—dari balik bahu Mrs. Weasley—semua tersenyum menatapnya. Gadis itu—Granger—sudah lama Draco tidak melihatnya tersenyum lembut seperti itu. Senyum yang selalu menghiasi mimpinya. Senyum yang bahkan lebih indah dari yang diberikan Granger dalam mimpinya setiap kali dia membujuk Draco untuk tidak mengikuti jalan kegelapan.
Draco merasakan kehangatan—dalam pelukan Mrs. Weasley, melihat mereka semua tersenyum padanya, dijabat tangannya oleh Arthur Weasley, ditepuk punggungnya oleh George dan Percy Weasley, dan yang terutama, melihat wajah Granger yang menatapnya dengan mata cokelat hangat yang berbinar.
Draco merasakan sesuatu yang bergemuruh dalam dadanya—sepercik kebahagiaan. Draco ingat, seorang Malfoy selalu diajarkan untuk tidak menunjukkan emosinya di hadapan umum, yang berarti bahwa dia tidak boleh menangis, apalagi dihadapan umum seperti ini. Tapi kali ini, Draco tidak peduli. Dia merasakan matanya memanas sejak dipeluk oleh Mrs. Weasley. Draco tahu matanya mulai berair dan dia tidak peduli. Karena saat ini, Draco seperti merasakan kehangatan yang sudah lama tidak dirasakannya—tidak, bahkan hampir tidak pernah dirasakannya. Kehangatan dari sebuah keluarga.
.
.
.
To be continue...
link on FFN : You're Not a Murderer - 6
12 Oktober 2010,
Felicia Rena
Tidak ada komentar:
Posting Komentar